Rezim Militer Myanmar Bebaskan Dua Petinggi Komisi Pemilihan yang Ditahan Sejak Tahun Lalu
Ilustrasi rapat pejabat militer Myanmar. (Sumber: seniorgeneralminaunghlaing.com.mm)

Bagikan:

JAKARTA - Rezim militer Myanmar mengumumkan Hari Rabu, mereka membebaskan dua pejabat tinggi komisi pemilihan negara itu yang dipenjara dengan tuduhan penipuan, terkait pemungutan suara tahun 2020 yang dimenangkan oleh partai Aung San Suu Kyi.

Ketua komisi pemilihan Hla Thein dan juru bicara Myint Naing ditahan tak lama setelah militer mengambil alih kekuasaan tahun lalu, dengan tuduhan penipuan besar-besaran dalam pemilihan yang menurut pengamat internasional sebagian besar bebas dan adil.

Mereka kemudian dijatuhkan hukuman penjara masing-masing tiga tahun dalam persidangan tertutup, karena "gagal memberikan penjelasan kepada orang-orang atas kecurangan pemungutan suara.

Hukuman mereka dibatalkan bulan lalu, dengan pertimbangan kesehatan dan usia, keduanya berusia 70-an tahun, serta kebajikan negara, kata rezim militer dalam sebuah pernyataan, melansir CNA 9 November.

Seorang juru bicara junta tidak menanggapi permintaan komentar.

Rezim militer diketahui telah membatalkan hasil Pemilu 2020, di mana Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi mengalahkan saingannya yang didukung militer.

Junta dikatakan bakal menggelar pemilihan baru tahun depan, rencana yang 'diragukan' Amerika Serikat tetapi dipuji oleh sekutu dekat dan Rusia.

Semua partai politik harus meminta izin jika mereka ingin bertemu dengan organisasi atau individu asing, kata komisi pemilihan umum pada Agustus.

Mereka yang gagal mematuhi akan dibatalkan pendaftarannya, tambahnya.

Terpisah, dalam peringatan Pemilu 2020, NLD menyerukan pembebasan Aung San Suu Kyi, dengan junta mengizinkan para pemimpin seniornya untuk bertemu dengan Suu Kyi.

Diketahui, Peraih Nobel Perdamaian itu telah ditahan sejak kudeta. Pada Bulan Juni, ia dipindahkan dari tahanan rumah di ibu kota ke sel isolasi.

Sejak kudeta tahun lalu, Myanmar telah berada dalam kekacauan. Lebih dari 2.400 warga sipil tewas dalam tindakan keras militer terhadap perbedaan pendapat, menurut kelompok pemantau lokal.

Junta menyalahkan pejuang anti-kudeta atas kematian lebih dari 4.000 warga sipil.