Bagikan:

JAKARTA - Kepergian Ketua KPK Firli Bahuri ke Jayapura bersama tim untuk mengecek kondisi Gubernur Papua Lukas Enembe disoroti banyak pihak karena dianggap melanggar UU KPK Nomor 19 Tahun 2019. Meski begitu, komisi antirasuah meyakini yang dilakukan Firli tidak melanggar apapun.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri memastikan Firli pergi bertemu dengan Lukas yang berstatus sebagai tersangka tidak sembunyi-sembunyi. Lawatannya ke Jayapura bertujuan untuk bekerja bukan melakukan pertemuan klandestin (Rahasia). 

"Tidak ada pembicaraan rahasia, bahkan (pertemuan Firli dan Lukas, red) diliput oleh media. Di situ juga ada penasihat hukumnya, ada forum komunikasi pimpinan daerah. Artinya tidak ada yang ditutupi, tidak ada pembicaraan khusus," kata Ali kepada wartawan, Selasa, 8 November.

Menurutnya, Firli baru akan melanggar Pasal 36 UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 jika pertemuannya dilakukan secara sembunyi. "(Bertemu, red) di tempat yang tidak wajar, bukan dalam melaksanakan tugasnya," tegas Ali.

Lagipula, keberangkatan Firli bertemu Lukas sudah didiskusikan secara matang. Tim itu tidak begitu saja berangkat tanpa strategi yang disiapkan secara khusus.

"Sehingga ketentuan Pasal 36 UU KPK ini tidak berlaku. Apalagi, kemudian di dalam KUHP ada Pasal 50 bahwa seseorang tidak bisa dipidana ketika menjalankan tugas dan jabatannya," jelas Ali.

"Tugas dan jabatan di sini adalah tugas pokok pimpinan KPK, tugas pokok KPK, di antaranya tentu melakukan upaya-upaya penyelidikan, penyidikan, penuntutan, sampai eksekusi," sambungnya.

KPK mempersilakan jika ada pihak yang keberatan dengan kehadiran Firli di Jayapura bertemu langsung dengan Lukas yang berstatus tersangka. Namun, Ali memastikan lembaganya tidak akan melanggar aturan dalam melakukan kerja pemberantasan korupsi.

"Kami tidak ingin melanggar proses-proses ketentuan hukum yang berlaku di dalam penegakan hukum itu sendiri," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) menilai pertemuan Firli dan Lukas Enembe tak bisa dibenarkan. Eks Deputi Penindakan KPK itu dianggap melanggar Pasal 36 UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 yang melarang Pimpinan KPK bertemu dengan tersangka.

"Alasan menjalankan tugas tidak dapat dijadikan alasan Pimpinan KPK bertemu tersangka baik terbuka atau tertutup berdasar Pasal 36 UU KPK," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Selasa, 8 November.

Adapun pertemuan Firli dan Lukas itu terjadi pada Kamis, 3 November. Saat itu, dia dan tim dokter dari KPK dan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) bersama penyidik mendatangi kediaman Gubernur Papua tersebut di Jayapura.

Dalam lawatan itu, Lukas sempat menjalani pemeriksaan. Hanya saja, kegiatan ini berlangsung sebentar karena dia sakit dan sempat dicek oleh tim dokter.