Bagikan:

JAKARTA - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) menilai pertemuan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dengan Gubernur Papua Lukas Enembe tak bisa dibenarkan. Berdasarkan Pasal 36 UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 pimpinan komisi antirasuah tak diperbolehkan bertemu dengan tersangka.

"Alasan menjalankan tugas tidak dapat dijadikan alasan Pimpinan KPK bertemu tersangka baik terbuka atau tertutup berdasar Pasal 36 UU KPK," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Selasa, 8 November.

"Pasal itu dengan tegas melarang Pimpinan KPK bertemu tersangka," sambungnya.

Boyamin juga heran Dewan Pengawas KPK yang memperbolehkan Firli bertemu Lukas di Jayapura pada Kamis, 4 November lalu. Menurutnya, Tumpak Hatorangan dkk harusnya mencegah keberangkatan eks Deputi Penindakan KPK itu.

Selain itu, salah satu Dewan Pengawas KPK Albertina Ho juga harusnya menahan diri tak berkomentar ke publik soal keberangkatan Firli ke Jayapura. "Karena jika ada yang mengadu ke Dewas KPK maka dia (Albertina, red) menjadi tidak netral," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, Firli Bahuri bersama tim dokter KPK dan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) serta penyidik telah menemui Lukas Enembe pada Kamis, 3 November. Pemeriksaan terkait dugaan korupsi yang dilakukan Lukas juga sudah dilaksanakan.

Hanya saja, pemeriksaan segera diselesaikan karena kesehatan Lukas. Saat itu, dia sakit dan kondisinya sudah diperiksa oleh tim dokter.

Adapun kehadiran KPK ke Jayapura dapat sorotan. Salah satunya, datang dari eks pegawai KPK yang tergabung dalam Indonesia Memanggil (IM) 57+ Institute yang menilai ada perlakuan khusus dari komisi antirasuah pada Lukas.

"Mengapa Lukas Enembe tidak di perlakukan sama dengan para tersangka lain yang mangkir dan tidak bersedia untuk datang meski sudah di panggil berkali-kali oleh KPK," kata Praswad kepada wartawan, Jumat, 4 November.

Praswad menilai tindakan ini tidak sesuai dengan prinsip dan kode etik KPK, yang salah satu poinnya memperlakukan semua warga negara Indonesia sama di mata hukum. Bahkan, perlakuan ini bisa jadi preseden buruk.

Kata dia, bukan tak mungkin nantinya cara Lukas diikuti tersangka lain. Mereka bisa saja beralasan, bahkan meminta pimpinan komisi antirasuah untuk bertemu mereka untuk melakukan lobi.