Bagikan:

JAKARTA - Gubernur Papua Lukas Enembe dinilai lebih tepat dijemput paksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) daripada dikirimkan tim dokter. Masyarakat Antikorupsi Korupsi Indonesia (MAKI) menyebut langkah tersebut lebih cocok diambil.

"Mestinya menurut saya itus etelah panggilan pertama mangkir, segera dipanggil kedua, dan kalau tidak datang itu menjemput paksa," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman melalui keterangan suara yang dikutip pada Selasa, 25 Oktober.

Kata Boyamin, siapapun yang mangkir tanpa alasan sebanya dua kali harus dijemput paksa. Alasan kesehatan seperti yang disampaikan Lukas tak bisa membatalkan KPK mengambil langkah tersebut.

Lagipula, penjemputan paksa tak melanggar hukum apapun. Lukas justru mendapat perawatan jika telah ditahan komisi antirasuah.

"Kalau toh dalil sakit itu ya dibawa ke rumah sakit untuk dibantarkan mestinya begitu," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK menyebut akan segera membentuk tim yang akan diberangkatkan ke Jayapura, Papua untuk mengecek kondisi Lukas Enembe. Tim tersebut nantinya diisi oleh tim dokter yang independen.

Sementara itu, kuasa hukum Gubernur Papua Lukas Enembe, Roy Rening memastikan tim independen dari IDI akan memeriksa kliennya di Jayapura. Dia bahkan mengklaim Ketua KPK Firli Bahuri akan ikut ke sana.

Roy mendapat informasi Firli bakal ikut ke Jayapura dari Direktur Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu. Hanya saja, tak dirinci kapan tim tersebut akan berangkat.

Lukas Enembe telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Hanya saja, kasus yang menjeratnya belum dirinci.

Lukas sebenarnya akan diperiksa pada Senin, 26 September di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan lalu. Namun, pemeriksaan tersebut urung dilakukan karena Lukas mengaku sakit dan tak bisa memberikan keterangan.

Selanjutnya, KPK akan kembali melakukan pemanggilan yang belum diinformasikan pastinya. Lukas diminta kooperatif memenuhi paanggilan penyidik KPK karena keterangannya dibutuhkan untuk membuat terang dugaan korupsi yang terjadi.