JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkaji opsi penjemputan paksa Gubernur Papua Lukas Enembe dari Jayapura, Papua. Segala kemungkinan akan dianalisis.
"Apakah jemput paksa atau memanggil sesuai mekanisme yang sah dan menurut hukum seperti halnya perkara lainnya, atau seperti apa, tentu kami lakukan analisis mendalam lebih dulu," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu, 9 November.
Ali mengatakan KPK tak bisa bertindak semaunya untuk membawa Lukas Enembe. Menurutnya, ada mekanisme dan cara yang diatur undang-undang.
Sehingga, dia memastikan segala langkah yang akan diambil komisi antirasuah terhadap tersangka dugaan korupsi dikaji. "Kami lakukan sesuai dengan ketentuan undang-undang," tegasnya.
"Kalau kemudian pada saatnya memang dibutuhkan ada penjemputan paksa terhadap seorang tersangka, ya, pasti kami lakukan. Tapi tentu kami harus lakukan analisis mendalam," sambung Ali.
BACA JUGA:
KPK tidak ingin langkahnya dalam mengusut dugaan korupsi yang menjerat Lukas nantinya melanggar hukum. Apalagi, dalam upaya pemberantasan rasuah semua harus berdasarkan aturan yang ada dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
"Karena sesungguhnya dalam proses penanganan perka itu yang terpenting bagaimana mekanisme itu bisa berjalan dan selesai sehingga bisa ada kepastian hukum," ujar Ali.
Diberitakan sebelumnya, komisi antirasuah menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka. Pemanggilan telah dilakukan untuk dilakukan pemeriksaan namun dia tidak hadir dengan alasan sakit.
Kondisi ini membuat Ketua KPK Firli Bahuri bersama tim dokter KPK dan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) serta penyidik berangkat ke Jayapura pada Kamis, 3 November. Saat itu Lukas diperiksa terkait dugaan korupsinya.
Hanya saja, pemeriksaan segera diselesaikan karena kesehatan Lukas. Dia sakit dan kondisinya sudah diperiksa oleh tim dokter yang dibawa KPK.