Ribut-ribut Kenaikan Gaji dan Tunjangan DPRD DKI, Ahok: Akibat Tidak Transparan
Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (Foto: Diah/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama ikut bersuara terkait usulan kenaikan gaji dan tunjangan Anggota DPRD DKI dalam rencana kerja tahunan (RKT) tahun anggaran 2021. Dia mengaku resah dengan rencana ini.

Bahkan Ahok sapaan akrab Basuki Tjahaja Purnama ini sampai memanggil salah satu Anggota DPRD DKI dari Fraksi PDIP, Ima Mahdiah. Ima merupakan salah satu anggota Tim BTP sejak Ahok menjadi Gubernur DKI.

"Ima, saya minta kamu datang. Karena jujur saja masalah anggaran APBD DKI ini telah merusak, membuat kemarahan rakyat," kata Ahok dalam akun Youtube miliknya, Panggil Saya BTP, yang diunggah pada Minggu, 6 Desember.

Kepada Ahok, Ima menjelaskan bahwa DPRD telah memutuskan untuk tidak menaikkan gaji dan tunjangan mereka di tahun 2021. Nominal tersebut masih setara dengan pendapatan di tahun 2020.

"Untuk gaji dan tunjangan, satu bulan ini sebesar Rp73 juta dari semua, seperti tunjangan jabatan hingga tunjangan beras. Jadi, tidak ada kenaikan gaji dan tunjangan seperti yang (beredar) di media sosial," jelas Ima kepada Ahok.

Sementara, terkait kabar yang sebelumnya berkembang bahwa dikabarkan mencapai Rp173 juta per bulan atau Rp2 miliar per tahun, bukanlah angka final. Pada akhirnya, DPRD memutuskan untuk tidak menaikkan anggaran tersebut.

Menanggapi hal ini, Ahok menyimpulkan satu masalah yang terjadi. Kata dia, pendapatan DPRD dipermasalahkan karena tidak ada transparansi nominal anggaran dalam rancangan APBD DKI yang diungkap ke publik.

"Makanya, selama jadi DPRD penghasilannya berapa sih? Karena (transparansi anggaran) ini tidak pernah dipublikasikan. Harapan saya, penghasilan seperti ini harus selalu dimuat di website supaya masyarakat bisa melihat," ungkap Ahok.

Sebagai informasi, beberapa waktu lalu kenaikan RKT DPRD DKI di tahun 2021 tengah dipermasalahkan. Mulanya, penyusunan kenaikan anggaran ini berjalan adem tanpa penolakan dari seluruh fraksi. Sampai akhirnya, satu fraksi yakni PSI menyatakan sikap menolak di ujungnya. 

Anggota Fraksi PSI DPRD DKI August Hamonangan menjelaskan alasan pihaknya ikut dalam rapat pembahasan panitia khusus kenaikan anggaran rencana kerja tahunan (RKT) DPRD DKI.

Selama pembahasan RKT, fraksi PSI di DPRD memang belum menunjukkan sikap penolakan karena masih menyampaikan hasil rapat pembahasan kepada DPW dan DPP partai. 

Sampai akhirnya, tiba-tiba PSI menyampaikan penolakan kenaikan RKT dalam pemandangan umum fraksi di rapat paripurna Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS).

"Sampai kepada adanya pandangan umum waktu rapat paripurna, kami sampaikan kami menolak, tidak setuju dengan kenaikan pendapatan DPRD yang ada di dalam RKT," kata August pada Kamis, 3 Desember.

Berdasarkan kertas kerja sebelum dievaluasi Ketua DPRD, total pendapatan langsung yang diterima setiap anggota DPRD DKI per bulan sebesar Rp173.249.250 atau Rp2.078.991.000 per tahun.  Jika dikalikan dengan 106 anggota DPRD DKI, maka total pendapatan langsung untuk seluruh anggota DPRD DKI dalam setahun sebesar Rp 220.373.046.000. 

Secara total, RKT tiap anggota DPRD mencapai Rp8.383.791.000. Anggaran ini pendapatan langsung berupa gaji dan tunjangan, pendapatan tidak langsung, serta biaya sosialisasi dan reses. Sehingga, jika dikali dengan 106 anggota DPRD DKI dari seluruh fraksi, butuh anggaran sebesar Rp888.681.846.000 dalam satu tahun.

Membantah hal ini, Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi menegaskan bahwa pihaknya telah mengevaluasi draf rencana kerja tahunan (RKT) anggota dewan di tahun anggaran 2021. 

Dengan begitu, semua nominal gaji, tunjangan, hingga sosialisasi DPRD DKI di tahun 2021 tetap sama dengan tahun 2020.

"Semua itu saya evaluasi, itu kita enggak ada (kenaikan) semua. Skrng saya sebagai pimpinan angota DPRD menyatakan itu semua terevaluasi dan kembali ke APBD 2020," kata Prasetio.

Prasetio menegaskan bahwa kenaikan gaji dan tunjangan tiap anggota DPRD yang awalnya dikabarkan mencapai Rp173 juta per bulan atau Rp2 miliar per tahun bukan angka final. Pada akhirnya, DPRD memutuskan untuk tidak menaikkan anggaran tersebut.