Bagikan:

JAKARTA - Penyusunan anggaran daerah di Ibu Kota berujung polemik. Terakhir, publik dihebohkan dengan isu kenaikan gaji dan tunjangan Anggota DPRD DKI yang meroket dalam rencana kerja tahunan (RKT) yang masuk dalam rancangan APBD DKI.

Mulanya, penyusunan kenaikan anggaran ini berjalan adem tanpa penolakan dari seluruh fraksi. Sampai akhirnya, satu fraksi yakni PSI menyatakan sikap menolak di ujungnya. 

Anggota Fraksi PSI DPRD DKI August Hamonangan menjelaskan alasan pihaknya ikut dalam rapat pembahasan panitia khusus kenaikan anggaran rencana kerja tahunan (RKT) DPRD DKI.

Selama pembahasan RKT, fraksi PSI di DPRD memang belum menunjukkan sikap penolakan karena masih menyampaikan hasil rapat pembahasan kepada DPW dan DPP partai. 

Sampai akhirnya, tiba-tiba PSI menyampaikan penolakan kenaikan RKT dalam pemandangan umum fraksi di rapat paripurna Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS).

"Sampai kepada adanya pandangan umum waktu rapat paripurna, kami sampaikan kami menolak, tidak setuju dengan kenaikan pendapatan DPRD yang ada di dalam RKT," kata August pada Kamis, 3 Desember.

Anggota fraksi partai lain di DPRD ramai-ramai memprotes sikap PSI. Salah satunya yakni Wakil Ketua DPRD dari Fraksi Gerindra, Mohamad Taufik. Dalam setiap rapat pansus dan rapat pimpinan gabungan (gapimgab) terkait RKT 2021, Taufik menyebut perwakilan Fraksi PSI yang tergabung dalam pansus menyetujui seluruh pembahasan.

"PSI setuju dan tanda tangan dalam rapat pimpinan gabungan (rapimgab) RKT DPRD DKI. Tapi, kok, malah bicara aneh-aneh menolak di luar. Jangan begitu lah, harus fair. Ini namanya, merusak institusi," ucap Taufik.

Tak ingin berpolemik panjang, Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi menegaskan bahwa pihaknya telah mengevaluasi draf RKT anggota dewan di tahun anggaran 2021. Dengan begitu, semua nominal gaji hingga tunjangan DPRD DKI di tahun 2021 tetap sama dengan tahun 2020.

"Semua itu saya evaluasi, itu kita enggak ada (kenaikan) semua. Skrng saya sebagai pimpinan angota DPRD menyatakan itu semua terevaluasi dan kembali ke APBD 2020," kata Prasetio di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Senin, 7 Desember.

Prasetio menegaskan bahwa kenaikan gaji dan tunjangan tiap anggota DPRD yang awalnya dikabarkan mencapai Rp173 juta per bulan atau Rp2 miliar per tahun bukan angka final. Pada akhirnya, DPRD memutuskan untuk tidak menaikkan anggaran tersebut.

"Di dalam rencana kertas kerja, itu belum konfirm. Lalu, (draf) itu tiba-tiba beredar lah, tidak secara legalitasnya," kata Prasetio.

Ahok turun tangan

Merasa gerah dengan polemik kantong anggota parlemen Kebon Sirih, Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama mengungkapkan keresahannya soal isu kenaikan gaji dan tunjangan Anggota DPRD DKI dalam rencana kerja tahunan (RKT) tahun anggaran 2021.

Ahok sampai memanggil salah satu Anggota DPRD DKI dari Fraksi PDIP, Ima Mahdiah. Ima merupakan salah satu anggota Tim BTP sejak Ahok menjadi Gubernur DKI.

"Ima, saya minta kamu datang. Karena jujur saja masalah anggaran APBD DKI ini telah merusak, membuat kemarahan rakyat," kata Ahok dalam akun Youtube miliknya, Panggil Saya BTP, yang diunggah pada Minggu, 6 Desember.

Kepada Ahok, Ima menjelaskan bahwa DPRD telah memutuskan untuk tidak menaikkan gaji dan tunjangan mereka di tahun 2021. Nominal tersebut masih setara dengan pendapatan di tahun 2020.

"Untuk gaji dan tunjangan, satu bulan ini sebesar Rp73 juta dari semua, seperti tunjangan jabatan hingga tunjangan beras. Jadi, tidak ada kenaikan gaji dan tunjangan seperti yang (beredar) di media sosial," jelas Ima kepada Ahok.

Menanggapi hal ini, Ahok menyimpulkan satu masalah yang terjadi. Kata dia, pendapatan DPRD dipermasalahkan karena tidak ada transparansi nominal anggaran dalam rancangan APBD DKI yang diungkap ke publik.

"Makanya, selama jadi DPRD penghasilannya berapa sih? Karena (transparansi anggaran) ini tidak pernah dipublikasikan. Harapan saya, penghasilan seperti ini harus selalu dimuat di website supaya masyarakat bisa melihat," ungkap Ahok.