PSI Merasa Dimusuhi di DPRD, PDIP: Yang Musuhi <i>Sopo</i>? Ini Soal Politik
Situasi Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta (Foto: Diah/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Gembong Warsono mengatakan, tidak ada yang memusuhi PSI. Aksi walk out (keluar) ketika PSI membacakan pandangan umum dalam rapat paripurna bukan atas dasar kebencian.

"Yang musuhin sopo? Enggak ada yang musuhin. Dianya saja yang ngerasa begitu. Ini soal politik. Masing-masing fraksi kan punya sikap dalam kaitan apapun," kata Gembong saat dikonfirmasi VOI, Selasa, 15 Desember.

Gembong menganggap wajar saat kejadian walk out yang dimulai dengan Anggota Fraksi Golkar DPRD DKI, Jamaluddin saat rapat paripurna pembahasan revisi Perda DKI Nomor 1 Tahun 2014, yang akhirnya diikuti oleh anggota dewan lain. Jamaluddin mengaku enggan mendengar pandangan PSI karena dianggap tidak konsisten.

Sebab, beberapa waktu lalu, DPW PSI DKI menyatakan menolak adanya kenaikan tunjangan dan gaji dalam rencana kerja tahunan (RKT) DPRD tahun anggaran 2021. Padahal, selama pembahasan, PSI hadir dan tidak menyatakan adanya penolakan. 

"Kalau soal RKT, memang awalnya menjadi kesepakatan semua fraksi, termasuk PSI. Sampai akhirnya mereka menyatakan sikap menolak kenaikan tersebut. Dan PSI kok merasa dimusuhi? Apa yang menjadi rumus bahwa dia dimusuhi?" cecar Gembong.

Sebelumnya, Ketua DPP PSI, Tsamara Amany merasa anggota fraksinya di DPRD DKI dimusuhi oleh fraksi lain yang tampak pada sikap semua fraksi walk out (keluar) saat perwakilan PSI membacakan peandangan umum di rapat paripurna.

Dalih Tsamara, dimusuhi oleh hampir semua anggota fraksi di parlemen Kebon Sirih merupakan risiko PSI dalam menjaga transparansi anggaran daerah.

"Risiko yang harus kami terima ketika berani menggagalkan rencana naik gaji dan tunjangan anggota DPRD DKI sebesar Rp700 juta per bulan. Dimusuhi karena menjaga uang rakyat adalah sebuah kehormatan," kata Tsamara dalam akun Twitter @TsamaraDKI.

Buntut dari polemik kenaikan gaji dan tunjangan

Sentimen negatif anggota DPRD kepada PSI datang dari polemik penyusunan gaji dan tunjangan anggota dewan tahun 2021 yang sempat mengalami kenaikan dalam penyusunannya.

Mulanya, penyusunan kenaikan anggaran ini berjalan adem tanpa penolakan dari seluruh fraksi. Sampai akhirnya, satu fraksi yakni PSI menyatakan sikap menolak di ujungnya. 

Anggota Fraksi PSI DPRD DKI August Hamonangan menjelaskan alasan pihaknya ikut dalam rapat pembahasan panitia khusus kenaikan anggaran rencana kerja tahunan (RKT) DPRD DKI.

Selama pembahasan RKT, fraksi PSI di DPRD memang belum menunjukkan sikap penolakan karena masih menyampaikan hasil rapat pembahasan kepada DPW dan DPP partai. 

Sampai akhirnya, tiba-tiba PSI menyampaikan penolakan kenaikan RKT dalam pemandangan umum fraksi di rapat paripurna Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS).

"Sampai kepada adanya pandangan umum waktu rapat paripurna, kami sampaikan kami menolak, tidak setuju dengan kenaikan pendapatan DPRD yang ada di dalam RKT," kata August pada Kamis, 3 Desember.

Anggota fraksi partai lain di DPRD ramai-ramai memprotes sikap PSI. Salah satunya yakni Wakil Ketua DPRD dari Fraksi Gerindra, Mohamad Taufik. Dalam setiap rapat pansus dan rapat pimpinan gabungan (gapimgab) terkait RKT 2021, Taufik menyebut perwakilan Fraksi PSI yang tergabung dalam pansus menyetujui seluruh pembahasan.

"PSI setuju dan tanda tangan dalam rapat pimpinan gabungan (rapimgab) RKT DPRD DKI. Tapi, kok, malah bicara aneh-aneh menolak di luar. Jangan begitu lah, harus fair. Ini namanya, merusak institusi," ucap Taufik.

Tak ingin berpolemik panjang, Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi menegaskan bahwa pihaknya telah mengevaluasi draf RKT anggota dewan di tahun anggaran 2021. Dengan begitu, semua nominal gaji hingga tunjangan DPRD DKI di tahun 2021 tetap sama dengan tahun 2020.

"Semua itu saya evaluasi, itu kita enggak ada (kenaikan) semua. Skrng saya sebagai pimpinan angota DPRD menyatakan itu semua terevaluasi dan kembali ke APBD 2020," kata Prasetio di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Senin, 7 Desember.

Prasetio menegaskan bahwa kenaikan gaji dan tunjangan tiap anggota DPRD yang awalnya dikabarkan mencapai Rp173 juta per bulan atau Rp2 miliar per tahun bukan angka final. Pada akhirnya, DPRD memutuskan untuk tidak menaikkan anggaran tersebut.

"Di dalam rencana kertas kerja, itu belum konfirm. Lalu, (draf) itu tiba-tiba beredar lah, tidak secara legalitasnya," kata Prasetio.