Etiskah DPRD DKI Minta Kenaikan Tunjangan di Masa Pandemi COVID-19?
Gedung DPRD DKI Jakarta (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Kenaikan anggaran rencana kerja tahunan (RKT) DPRD DKI di tahun 2020 tengah dipermasalahkan. Mulanya, penyusunan kenaikan anggaran ini berjalan adem tanpa penolakan dari seluruh fraksi. Sampai akhirnya, satu fraksi yakni PSI menyatakan sikap menolak di ujungnya. 

Anggota Fraksi PSI DPRD DKI August Hamonangan menjelaskan alasan pihaknya ikut dalam rapat pembahasan panitia khusus kenaikan anggaran rencana kerja tahunan (RKT) DPRD DKI.

Selama pembahasan RKT, fraksi PSI di DPRD memang belum menunjukkan sikap penolakan karena masih menyampaikan hasil rapat pembahasan kepada DPW dan DPP partai. 

Sampai akhirnya, tiba-tiba PSI menyampaikan penolakan kenaikan RKT dalam pemandangan umum fraksi di rapat paripurna Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS).

"Sampai kepada adanya pandangan umum waktu rapat paripurna, kami sampaikan kami menolak, tidak setuju dengan kenaikan pendapatan DPRD yang ada di dalam RKT," kata August pada Kamis, 3 Desember.

Penolakan ini disesalkan oleh ketua pansus RKT DPRD DKI, Mohamad Taufik. Dalam setiap rapat pansus dan rapat pimpinan gabungan (gapimgab) terkait RKT 2021, perwakilan Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta yang tergabung dalam pansus menyetujui seluruh pembahasan.

"PSI setuju dan tanda tangan dalam rapat pimpinan gabungan (rapimgab) RKT DPRD DKI. Tapi, kok, malah bicara aneh-aneh menolak di luar. Jangan begitu lah, harus fair. Ini namanya, merusak institusi," ucap Taufik.

Tapi, ini bukan soal meributkan siapa yang pada akhirnya menerima dan menolak kenaikan RKT DPRD. Menurut pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, semestinya sejak awal tidak perlu ada pembahasan mengenai kenaikan RKT.

Perlu dipahami bahwa saat ini pandemi COVID-19 masih melanda. Kata Trubus, pemerintah masih membutuhkan anggaran besar dalam penanganannya. 

"Harusnya ini tidak dilakukan oleh DPRD DKI. Untuk saat ini, tolonglah pahami sense of crisis. Situasi pandemi harusnya jadi pertimbangan utama dalam penyusunan RKT. Sehingga tidak etis lah DPRD meminta kenaikan tunjangan dan semacamnya," kata Trubus kepada VOI.

Trubus memandang jika saat ini tidak ada pandemi, wajar DPRD DKI mengajukan kenaikan RKT. Sebab, nominal RKT belum ada kenaikan sejak tahun 2017. 

Namun, karena saat ini pandemi belum berakhir, Trubus menilai lebih baik anggaran kenaikan tersebut difokuskan kepada penanganan COVID-19 pemerintah. Hal utamanya adalah penerapan 3T, yakni testing, tracing, dan treatment.

"Kedua, fokuskan kepada peningkatan jaring pengaman sosial seperti bansos. Masyarakat yang terdampak kan masih banyak, mereka masih membutuhkan safety net. Ketiga, bagaimana menghidupkan pemulihan ekonomi, yang kaitannya daya beli masyarakat dan kegiatan perekonomian," jelasnya.

Besaran RKT 2021

Berdasarkan rincian data yang didapat VOI, ada tiga jenis anggaran yang ada dalam RKT 2021. Terdapat pendapatan langsung berupa gaji dan tunjangan, pendapatan tidak langsung, serta biaya sosialisasi dan reses tiap orangnya.

Pendapatan langsung 

  • Uang representasi Rp2.250.000
  • Uang paket Rp 225.000
  • Tunjangan keluarga Rp315.000
  • Tunjangan jabatan RP3.262.500
  • Tunjangan beras Rp240.000
  • Tunjangan komisi Rp326.250
  • Tunjangan badan Rp130.500
  • Tunjangan perumahan Rp110.000.000
  • Tunjangan komunikasi Rp 21.500.000
  • Tunjangan transportasi Rp35.000.000
  • Total Rp173.249.250 per bulan atau Rp2.078.991.000 per tahun 

Pendapatan tidak langsung (1)

  • Kunjungan dalam provinsi Rp14.000.000 
  • Kunjungan luar provinsi Rp80.000.000 
  • Kunjungan lapangan komisi Rp 14.000.000 
  • Rapat kerja dengan eksekutif Rp6.000.000 
  • Tunjangan sosperda Rp 16.800.000 
  • Tunjangan ranperda Rp 4.200.000 
  • Tunjangan sosial kebangsaan Rp 8.400.000
  • Total Rp 143.400.000 per bulan atau Rp1.720.800.000 per tahun 

Pendapatan tidak langsung (2) 

  • Bimtek sekwan (luar daerah) Rp 60.000.000 
  • Bimtek fraksi (luar daerah) Rp 60.000.000 
  • Tunjangan reses 144.000.000
  • Total Rp264.000.000 per tahun 

Kegiatan sosialisasi dan reses 

  • Sosialisasi rancangan perda Rp 40.000.000 per bulan
  • Sosialisasi perda Rp 160.000.000 per bulan 
  • Sosialisasi kebangsaan Rp 80.000.000 per bulan 
  • Reses: Rp960.000.000 per tahun

Total Rp4.320.000.000 dalam satu tahun.

Ketua Komisi A dari Fraksi Demokrat DPRD DKI, Mujiyono menjelaskan kenaikan anggaran ini tak semua bakal masuk kantong pribadi anggota dewan. Ia bilang, kenaikan pendapatan langsung itu hanya pada tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi. 

"Yang naik itu hanya tunjangan perumahan dan transpor dan itu sesuai dengan aturan. Tunjangan lain tidak naik. Sisanya, anggaran yang lain buat kegiatan untuk masyarakat," kata Mujiyono.

Kata dia, tunjangan perumahan diusulkan naik dari Rp60 juta menjadi Rp105 juta per bulan untuk setiap anggota dewan. Sementara, tunjangan transportasi naik dari Rp21 juta menjadi Rp35 juta.

"Total kenaikan tunjangan Rp59 juta, dipotong pajak PPh, dikali 90 persen, jadinya Rp53 juta," ucap Mujiyono.

Dengan begitu, total pendapatan langsung yang diterima setiap anggota DPRD DKI per bulan sebesar Rp173.249.250 atau Rp2.078.991.000 per tahun.  Jika dikalikan dengan 106 anggota DPRD DKI, maka total pendapatan langsung untuk seluruh anggota DPRD DKI dalam setahun sebesar Rp 220.373.046.000. 

Secara total, RKT tiap anggota DPRD mencapai Rp8.383.791.000. Anggaran ini pendapatan langsung berupa gaji dan tunjangan, pendapatan tidak langsung, serta biaya sosialisasi dan reses. Sehingga, jika dikali dengan 106 anggota DPRD DKI dari seluruh fraksi, butuh anggaran sebesar Rp888.681.846.000 dalam satu tahun.

Mujiyono mengaku pagu anggaran yang membuat RKT nampak melonjak justru anggaran kegiatan tahunan DPRD untuk melayani dan menyerap aspirasi masyarakat. Anggaran ini tidak diterima langsung oleh anggota DPRD, tetapi berada di Sekretariat DPRD DKI. Sayangnya, Mujiyono tak menjelaskan secara rinci berapa nominal yang mengalami kenaikan dari kegiatan tersebut.