JAKARTA - Pengamat Komunikasi Politik asal Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Suko Widodo memandang, perseteruan antara dua fraksi dan tujuh fraksi di DPRD DKI soal interpelasi Formula E bisa memanjang ke sikap politik selanjutnya.
Dua fraksi yang mendukung interpelasi kepada Anies adalah PDIP dan PSI. Sementara, tujuh fraksi yang berseberangan adalah Gerindra, PKS, Golkar, Nasdem, Demokrat, PAN, dan PPP-PKB.
Mencuatnya sikap politik yang terbelah di DPRD DKI, kata Suko, bisa jadi dipengaruhi oleh koalisi dan oposisi Pilkada DKI 2017. Ditambah, fraksi yang sebelumnya tak mengusung Anies Baswedan pada Pilgub DKI 2017 mulai merapat.
Berangkat dari sikap terhadap interpelasi Formula E, Suko menganggap pandangan politik yang terbelah antara tujuh dan dua fraksi ini bisa diteruskan pada gerbong Pilkada 2024.
"Sikap ini bisa jadi dari sisa-sisa masa lalu, terus langkah ke depan juga. Ini tak terlepas dari konflik masa silam (Pilkada 2017) dan akan terus berlangsung juga dalam konteks 2024," kata Suko saat dihubungi, Jumat, 1 Oktober.
PDIP dan PSI memang berupaya melakukan lobi-lobi politik kepada fraksi lain agar bisa mengikuti interpelasi Formula E. Mungkin juga lobi itu dilakukan secara nonformal di luar DPRD DKI.
Namun, melihat sikap tujuh fraksi yang menyatakan mereka tak akan mengikuti proses interpelasi, ditambah dengan agenda makan malam bersama Anies di rumah dinasnya, Suko memandang lobi tersebut sulit terwujud.
"Kemungkinan besar itu tujuh fraksi memang mendukung Anies. Kalau ada kebuntuan komunikasi politik, PDIP dan PSI akan memanfaatkan media di luar parlemen. Tapi, belum tentu itu menghasilkan," ucap dia.
BACA JUGA:
Diketahui, Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi yang berasal dari Fraksi PDIP menggelar rapat paripurna interpelasi Formula E. Sayangnya, paripurna terpaksa ditunda karena tak memenuhi kuorum.
Sebab, tujuh fraksi dengan tegas menyatakan tak akan mengikuti rapat paripurna interpelasi. Bahkan, mereka melaporkan Prasetyo ke Badan Kehormatan DPRD DKI lantaran menggelar rapat paripurna.
Tujuh fraksi ini memandang rapat paripurna interpelasi adalah ilegal. Sebab, Prasetyo menetapkan jadwal rapat paripurna interpelasi dalam Badan Musyawarah DPRD DKI tanpa ada pemberitahuan agenda tersebut sebelumnya.