JAKARTA - Jakarta adalah negeri sejuta pesona. Bahkan sejak masih bernama Batavia, kota yang dijuluki Ratu dari Timur telah menjadi destinasi favorit pelancong mancanegara. Ragam catatan perjalanan dari pesohor dunia seperti Alfred Russel Wallace (Naturalis), Justus Van Maurik (penulis), dan Tome Pires (Penulis) jadi bukti. Namun di antara semuanya, yang paling banyak menulis terkait Batavia dalam lawatannya ke Pulau Jawa adalah Novelis asal belanda, Augusta De Wit.
Dalam bukunya yang berjudul Fakta dan Keindahan Tanah Jawa (1905), De wit menuliskan pejalanannya keliling Jawa pada 1900-an. Kesan yang ditulisnya tentang pulau Jawa, khususnya Batavia cukup menarik. Pulau Jawa, kata De Wit adalah sebuah negeri fantasi dengan tanah yang subur, masyarakat yang ramah, namun beriklim ekstrem bagi kaum kulit putih.
De Wit juga turut memperhatikan tiap detail keindahan dari sungai, perbukitan, lembah, serta kekagumannya terhadap irigasi warga yang begitu baik. Namun, dalam catatannya, De Wit tak hanya berfokus kepada kota, desa, pemandangan alam. Sebab De Wit dengan berani mengungkap kesannya terhadap kaum bumiputra.
Alih-alih menceritakan superioritas kulit putih, justru De Wit tampil berani dengan menulis kisah Batavia dari dua sisi. Sisi orang Eropa dan sisi kaum bumiputra. Hal itu tergambar lewat pernyataan De Wit yang berbunyi: “Menilai dengan benar tata krama dan kebiasaan suatu negara adalah melihat mereka dari sudut pandang pribumi.”
Kemudian, salah satu yang tak kalah menarik adalah saat De Wit menceritakan ihwal kekagumannya akan tradisi jamuan makan ala Rijsttafel (meja nasi), busana kebaya, pesta dansa di istana Gubernur Jenderal, pemandangan kaum bumiputra mandi di kali. Semua itu diulasnya dengan menarik. Saking senangnya, De Wit mengungkap narasi kekaguman akan perjalanannya bak menjelajahi negeri impian.
“Saya tahu bahwa khayalan sama nyatanya dan hidup seperti fakta, bahwa puisi dan romantisme adalah representasi setia dari hal-hal sebagaimana adanya, seperti yang terkering. prosa bisa jadi,” tulis De Wit.
Busana kebaya
Dalam pengamatannya setiba di Batavia, De Wit memperhatikan banyak hal yang berbeda dari wanita Eropa pada umumnya. Perbedaan itu dilihatnya dari tata cara berpakaian orang Eropa. Mereka tampak telah beradaptasi dengan iklim setempat sehingga perihal pakaian mereka memilih kebaya yang yang sejuk dengan sedikit sentuhan modifikasi.
Atas dasar itu, kebaya pun menjadi busana wajib yang wanita Eropa pakai sehari-hari saat beraktivitas di rumah. Kami pun telah membahas panjang lebar terkait kebaya dalam tulisan “Busana Tanpa Kelas Sosial Itu Bernama Kebaya.”
“Saya setengah meyakini bahwa jamuan meja nasi, sarung jarik dan kebaya, serta para pelayan Jawa pasti hanya lah sebuah mimpi, hingga saya diyakinkan sebaliknya oleh pemandangan tangan kurus kecokelatan yang terulur untuk mengganti piring ikan saya dengan asparagus,” tulis De Wit di halaman 22.
Pesta dansa
Beberapa epos lain yang dimuat De Wit adalah gaya hidup mewah para gubernur jenderal yang tercatat oleh orang-orang yang pernah melancong ke Nusantara. Mereka yang berkunjung ke Hindia-Belanda, terutama Batavia untuk mengeksplorasi keindahan wisata selalu disambut dengan baik oleh kompeni. Perihal pesta Gubernur Jenderal Hindia-Belanda pernah kami ulas dalam tulisan “Pesta Gila dan Foya-Foya Para Gubernur Jenderal Hindia-Belanda.”
Bahkan, para gubernur jenderal sering mengajak para pelancong untuk mengikuti pesta di kediamannya. Bagi para gubernur jenderal, memamerkan kemewahan ala Hindia-Belanda merupakan strategi supaya pelancong-pelancong lain datang ke Hindia-Belanda. Salah seorang pelacong yang diajak mengikuti pesta dansa adalah De Wit.
“Tak lama setelah kedatangan saya, saya diundang untuk menghadiri sebuah pesta dansa di istana. Pada saat itulah saya tinggal bersama teman di daerah Salemba. Dan kami berkendara hampir selama satu jam melalui jalan-jalan yang diteduhi dengan pohon-pohon beringin,” ungkap De Wit di halaman 60.
Mandi di kali
Bagi De Wit pemandangan unik khas Batavia yang tidak ada di negara-negara lain di Eropa ialah pemandangan penduduk setempat mandi di kali. Menyaksikan orang-orang mandi di kali menjadi pengalaman yang paling memesona De Wit selama berada di negeri koloni.
BACA JUGA:
“Di tepinya, banyak pribumi melepaskan pakaian mereka untuk mandi. Para pria berlari menuruni lereng tepi sungai, meloncat ke dalam sungai, serta menyelam di dalamnya; saat mereka muncul lagi, tubuh mereka yang telanjang seperti patung perunggu yang jumlahnya sangat banyak,” cerita De Wit di halaman 83.
Itulah beberapa cuplikan kisah menarik dari buku De Wit. Lebih lengkap lagi, ia juga menceritakan seputar pengalaman lainnya melancong di Batavia. Seperti saat berwisata di pantai Tanjung Priok, mendengar warga lokal yang percaya mistis Nyi Blorong, perihal buaya di Batavia dan lain sebagainya. Karena itu, keberadaan buku ini menjadi penting. Penting bagi ilmu pengetahuan, dan penting bagi sejarah bangsa.
Detail
Judul Buku: Fakta dan Keindahan Tanah Jawa
Penulis: Augusta De Wit
Terbit Pertama Kali: 1905 (Versi Indonesia: 2019)
Penerbit: Indoliterasi
Jumlah Halaman: 214