Bagikan:

JAKARTA - Sebutlah tulisan ini artikel pariwisata Indonesia yang memuat perkembangan pariwisata Indonesia. Atau katakanlah ini adalah tulisan sejarah pariwisata Indonesia. Yang jelas, artikel ini akan mengingatkan kita, tak seharusnya pariwisata dibangun jika hanya berlandaskan kepentingan investor.

Usaha pemerintah memperkenalkan pariwisata Indonesia ke khalayak makin gencar. Dalam sejarah, kita ingat, dahulu hanya ada Bali di dalam daftar utama wisatawan. Kini, pemerintah mengusung program bernama "10 Bali Baru".

Program inilah yang nantinya dapat membuat destinasi seperti Danau Toba maupun Labuan Bajo kesohor seperti Bali dalam mendatangkan pelancong dari segala penjuru dunia. Hal itu cukup beralasan, mengingat potensi wisata di Tanah Air cukup banyak yang memiliki potensi besar seperti Bali.

Jikalau dilirik ke belakang, tepatnya pada zaman kolonial, kepedulian yang sama juga terpikirkan oleh pemerintah kolonial Belanda saat menjajah Indonesia. Pada masa itu, pemerintah Hindia-Belanda tergerak karena banyaknya pelancong yang sering mengeluhkan mahalnya biaya transportasi dan hanya mendewakan destinasi wisata, seperti Buitenzorg (Bogor), Garut, dan Candi Borobudur (Jawa Tengah) sebagai tempat yang wajib dikunjungi.

Atas dasar itu, badan pariwisata bentukan pemerintah Hindia-Belanda yang bernama Batavia Vereeniging Toeristenverkeer meluncurkan sebuah buku panduan dengan judul Java the Wonderland (1900). Kehadiran buku ini disambut meriah oleh pelancong yang datang. Lewat buku ini, mereka jadi mengetahui keindahan dari destinasi wisata lain seperti Sukabumi, Cianjur, Bandung, Yogyakarta, hingga Surabaya.

Segala pengetahuan akan wisata di Jawa akan terbangun seiring membaca buku 170 halaman ini. Pembaca dapat menemukan tips berwisata di Pulau Jawa, rangkuman bahasa Melayu yang diucapkan sehari-hari, hotel-hotel yang dikunjungi, komentar orang-orang yang berkunjung, hingga kumpulan destinasi populer. Detailnya, ada dibawah ini:

Tips berwisata ke Hindia-Belanda

Pada awalan, pembaca buku akan disuguhkan rangkuman informasi penting yang berisikan tips-tips berkunjung ke Hindia Belanda. Dalam bagian tersebut, pelancong diminta untuk selalu menyediakan uang kecil untuk tip saat menggunakan jasa tukang perahu maupun kusir.

Hal itu, disinyalir sebagai pelumas segala urusan, yang nyatanya dapat mengoptimalkan waktu karena uang tip dapat membuat mereka semangat bekerja. Tak hanya itu, empunya buku juga mengingatkan kepada pelancong untuk selalu memperhatikan barang bawaan, terutama barang berharga.

“…. Karena kamar-kamar hotel di Jawa tidak dapat diatur aman dari siapa pun yang masuk, barang berharga tidak boleh ditinggalkan, bahkan meski cuma beberapa menit. Jika tak sempat membawa, maka simpan saja di portmanteau (koper pakaian dari kulit), lalu serahkan koper itu kepada petugas hotel,” tertulis di halaman 3.

Kosakata melayu populer

Tanpa perlu bersusah payah, pelancong pada zaman kolonial telah disediakan kosakata lengkap yang berisikan beberapa kata populer yang diucapkan sehari-hari. Beberapa percakapan itu, misalnya, “Pukul berapa nanti makan malam?” Atau “Bisakah saya mendapatkan sarapan?” juga tertulis dalam buku.

Untuk memudahkan, semua kata-kata ditulis dalam dua bahasa, yakni Inggris dan Melayu. Hal itu menjadi bukti bahwa segala hal sudah dipikirkan oleh empunya buku untuk membuat para pelancong yang datang tak buru-buru pulang, melainkan menikmati seluruh destinasi yang hadir lewat buku Java the Wonderland.

Testimoni pelancong

Salah satu strategi menarik yang digunakan untuk menggambarkan tiap destinasi wisata Hindia-Belanda adalah dengan metode. Kiranya, lewat metode yang masih populer hingga kini, para pembaca langsung mendapatkan gambaran menarik dari destinasi wisata yang ingin dituju.

Semisal, saat berkunjung ke hotel-hotel di Batavia yang memiliki kebiasaan unik makan mewah bernama Rijstaffel. “Nona Augusta de Wit dalam bukungan yang paling memesona, Facts and Fancies about Java menggambarkan pengalaman pertama saat menikmati rijstaffel: Bagi saya sendiri, saya tidak akan pernah melupakan pengalaman pertama saya untuk hal tersebut.

Ada juga testimoni dari pelancong yang tergila-gila dengan kemegahan Taman Sari Yogyakarta. “Nona Eliza R. Scidmore membeberkan uraiannya tentang Taman Sari yang dikenal dengan nama Water Castle lewat bukunya berjudul Java, The Garden of the East. Water Castle baginya merupakan taman surga di daerah tropis,” termaktub di halaman 98.

Memperkenalkan destinasi lain

Jika umumnya wisatawan hanya mengenal Bogor, Garut, dan Candi Borobudur di Jawa Tengah, dalam buku ini, dijelaskan lebih dari itu. Pembaca diajak jalan-jalan terlebih dahulu ke pintu masuk wisatawan ke Pulau Jawa, Batavia.

Setelahnya, pelancong diajak jalan-jalan mengunjungi Bogor, Sukabumi, Cianjur, Yogyakarta dan lainnya. Bahkan, di tiap destinasi terdapat informasi terkait tempat yang menjadi rekomendasi untuk dijelajahi, lengkap dengan jenis kendaraan yang dapat menunjang perjalanan.

Destinasi-destinasi populer yang tercatat dalam buku meliputi Telaga Bodas (Garut), Taman Sari (Yogyakarta), Candi Borobudur (Jawa tengah), dan Gunung Bromo (Jawa Timur). Tambah menarik lagi, keseluruhan lokasi dilengkapi pula oleh kumpulan foto-foto yang hadir dari era tersebut.

Pada akhirnya, lewat buku inilah orang-orang menjadi paham jikalau fondasi utama sektor pariwisata Indonesia sebenarnya telah dibangun sejak dulu. Indonesia memang memesona sejak dulu. Kekayaan alam dan budaya jelas potensi yang harus dipromosikan. Namun, apapun, segalanya harus mengakomodir kepentingan wisatawan, bangsa, dan negara, bukan semata-mata demi investor.

Detail:

Judul Buku: Java the Wonderland

Penulis: Batavia Vereeniging Toeristenverkeer

Terbit Pertama Kali: 1900

Penerbit: Aryhaeko Sinergi Persada

Jumlah Halaman: 170