Berkaca Pilpres 2019, Peneliti BRIN: Publik Harus Dorong Koalisi Lebih dari 2 Poros
Ilustrasi sejumlah partai politik peserta pemilihan umum. (Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Survei Litbang Kompas menemukan, 62,4 persen responden meyakini koalisi partai politik (parpol) yang terbentuk saat ini sangat berpeluang berubah.

Apalagi, komitmen parpol yang terjalin hingga kini dinilai belum bisa menjamin gambaran koalisi sesungguhnya untuk Pilpres 2024.

Pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Siti Zuhro, menilai peta koalisi memang masih akan berubah hingga 2024 lantaran semua parpol masih melakukan penjajakan dan komunikasi politik.

"Itu tidak mudah disimpulkan. Kalau saya masih dalam taraf saling menjajaki, mereka butuh chemistry, butuh platform yang sama dan saling menguntungkan. Tentu mereka berpikir dua hal, pileg-nya oke, pilpres-nya ok," ujar Siti, Senin, 26 September.

Melihat dinamika politik yang sedemikian cair, lanjut Zuhro, dibutuhkan partisipasi aktif dari publik dan suara dari masyarakat sipil untuk mendorong agar Pilpres tidak diikuti hanya dua pasangan calon (paslon).

Menurutnya, Pilpres 2019 sudah cukup memberikan pelajaran atas dampak yang ditimbulkan ketika hanya dua paslon.

"Jadi menurut saya kalau kita enggak aktif seperti 2014 dan 2019, pasti dua poros, yang mereka sukai saja. Untuk apa pisah-pisah, bikin energi terkuras, toh gak menang. Maka, sekarang ini sangat tergantung pada civil society," katanya.

Zuhro menilai, masyarakat sipil harus mendorong partai politik untuk menjalankan fungsi representasi dengan menghadirkan lebih dari dua paslon capres-cawapres.

"Jadi kalau civil society-nya kuat menyuarakan bahwa pelajaran dua kali pemilu membuat kita ini fungsi representasi yang harusnya dilakukan partai-partai, tidak dilakukan. Itu yang harus terus dinuansakan dan dampak-dampak dari hanya dua pasangan calon," kata Zuhro.

"Jadi kalau kita diam, civil society-nya diam, ya mereka melenggang," tandasnya.

Terkait