Pegawai PT Pegadaian Cabang Barabai Kalsel Terjerat Kasus Korupsi Senilai Rp2,8 Miliar
Terdakwa Ristianti hadir secara virtual dari Rutan Kelas IIB Rantau saat mengikuti persidangan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Kamis (8/9/2022). (ANTARA/Firman)

Bagikan:

BANJARMASIN - Pegawai PT Pegadaian cabang Barabai bernama Ristianti Annisa Fitria terjerat kasus korupsi senilai Rp2,8 miliar. Sidang perkara yang membelit Ristianti digelar hari ini di Pengadilan Tipikor Banjarmasin.

"Terdakwa didakwa melakukan tindak pidana korupsi dan merugikan keuangan negara mencapai Rp2,8 miliar," kata Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dwi Kurnianto di Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel), dikutip dari Antara, Kamis 8 September.

Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Heru Kuntjoro ini, jaksa menghadirkan enam saksi dalam tahap pembuktian.

Sementara terdakwa Ristianti hadir secara virtual dari Rutan Kelas IIB Rantau didampingi penasihat hukumnya, Handayani.

Mereka adalah Pimpinan Pegadaian Cabang Barabai periode 2018-2020 Sunyoto, Pimpinan Pegadaian Cabang Barabai periode 2020-2021 Yoyok, Pimpinan Pegadaian Cabang Barabai periode 2021 hingga saat ini Fakhrudin serta tiga dari pegawai PT Pegadaian, yakni M Rizky, Sti Kartika dan Zulfikar.

Fakta persidangan tergambarkan dugaan korupsi terdakwa mulai terungkap setelah saksi Yoyok melakukan pemeriksaan rutin dalam fungsi pengawasan melekat (Waskat) terhadap UPC-UPC di wilayahnya termasuk UPC Rantau.

Terdakwa diduga menyelewengkan dana pelunasan dari ratusan nasabah produk Kredit Cepat Aman (KCA) di UPC Rantau. Pasalnya, saat saksi Yoyok memeriksa terkait produk KCA di UPC Rantau, dia mendapati adanya kejanggalan pada 125 KCA aktif.

"Ada 125 KCA aktif, 1 KCA cut off, tapi barang jaminan fisik tidak ada. Barang jaminan itu di sistem tercatat berupa emas," ujar Yoyok.

Selanjutnya setelah dilakukan audit, total ditemukan ada 127 KCA yang janggal di UPC Rantau yang dikelola terdakwa. Diduga pelunasan pinjaman KCA oleh nasabah tidak di-input terdakwa ke dalam sistem dan uang pelunasan yang seharusnya disetor malah digunakannya untuk kepentingannya sehingga taksiran kerugian negara mencapai Rp2,8 miliar lebih.