Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan tidak melarang wacana perpanjangan masa jabatan kepala negara menjadi tiga periode.

Jokowi menyampaikannya saat memberi sambutan pada kegiatan Musyawarah Rakyat (Musra) Indonesia yang berlangsun di Bandung, Jawa Barat (Jabar) pada Minggu 28 Agustus.

"Itu kan tahapan wacana kan. Kan boleh saja orang menyampaikan pendapat," kata Jokowi

Menurutnya konstitusi telah menjaga warga negaranya bebas dalam berpendapat. Atas alasan demokrasi itu juga Jokowi mengaku selama ini tidak melarang pihak-pihak yang meminta dirinya mundur dari jabatan presiden.

"Wong ada yang ngomong, ganti presiden kan juga boleh, Jokowi mundur, kan juga boleh. Ini kan negara demokrasi," sambungnya.

Meski demikian, Jokowi memastikan akan taat konstitusi menyikapi wacana presiden tiga periode. Konstitusi diketahui hanya memperbolehkan seseorang menjabat sebagai presiden maksimal selama dua periode.

Dalam kesempatan sama, Jokowi mengingatkan agar tidak menyampaikan pendapat atau aspirasi secara anarkistis. Termasuk tidak terburu-buru menentukan pilihan politik, kata dia, karena memilih sosok pemimpin itu memerlukan kehati-hatian.

"Saya titip lagi, hati-hati, hati-hati, ulah gurung gusuh (buru-buru), jangan buru-buru, ulah lepat (salah), jangan salah menentukan sikap," tuturnya.

Seperti diketahui, berdasarkan laporan Antara, pasca-reformasi, telah terjadi empat kali amandemen UUD 1945 oleh MPR, termasuk pada pasal 7 UUD 1945 yang mengatur tentang masa jabatan presiden dan wakil presiden.

Amandemen pasal 7 UUD 1945 terjadi pada Sidang Umum MPR di Jakarta pada 14-21 Oktober 1999. Hasilnya, ada sedikit perubahan untuk pasal 7 dan beberapa tambahan yang meliputi pasal 7A, 7B, dan 7C, sehingga setelah amandemen itu masa jabatan maksimal presiden dan wakil presiden hanya bisa dipegang selama dua periode berturut-turut oleh seorang presiden yang sama.