Bagikan:

JAKARTA - Ketua Majelis Syuro Partai Ummat Amien Rais menyebut rencana Amendemen UUD 1945 untuk mengakomodir wacana perpanjangan masa jabatan presiden 3 periode sudah dibicarakan sejak 2019. Amien Rais juga mengungkap pihak-pihak yang membicarakan dan mengangkat wacana tersebut.

“Sesungguhnya rencana amendemen (UUD 1945, tentang masa jabatan presiden) sudah dibicarakan sejak tahun 2019 oleh tokoh-tokoh yang pro Jokowi itu,” kata Amien Rais saat menyampaikan sambutan tausyiah politik acara Tumpengan Virtual Pengesahan Badan Hukum Partai Ummat, Minggu, 5 Agustus.

Kemudian, lanjut Amien, isu tersebut sengaja mereka turunkan untuk melihat penilaian publik. Menurutnya, pihak yang melemparkan isu itu juga bukan pihak yang disebutnya sebagai pendukung formal. Dia pun menyinggung PDIP.

“Tiba-tiba isu ini turun seperti sudah agak senyap. Kemudian setelah itu diangkat lagi oleh teman-teman PDIP, terutama bukan PDIP resmi, pendukung bukan formal. Ada oknum-oknum mendapatkan tugas testing on the water,” kata Amien. 

PDIP: Jangan Saling Tuding soal Wacana Presiden 3 Periode 

 

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) angkat bicara soal tudingan Ketua Majelis Syuro Partai Ummat, Amien Rais terkait isu presiden 3 periode dalam amendemen UUD. Pasalnya, Amien menuding PDIP ada di belakang memanasnya kembali isu tersebut.

"Tunjuk hidung saja, siapa? Yang jelas bukan PDI Perjuangan. Jangan melantur!" ujar Ketua DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat kepada wartawan, Senin, 6 September.

 

Djarot mengingatkan, semua pihak tidak saling tuduh terlebih soal isu presiden 3 periode. Menurutnya, lebih baik setiap tokoh bersinergi untuk mengatasi pandemi COVID-19 yang masih membayangi tanah air.

Djarot pun memastikan, bahwa PDIP taat pada konstitusi di mana aturan pembatasan masa jabatan presiden sudah tertuang jelas dalam Pasal 7 UUD 1945, yakni presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Amanat UUD tersebut, kata dia, juga sejalan dengan semangat reformasi pasca kekuasaan orde baru (Orba).

"Awal gerakan reformasi bertujuan untuk mengakhiri pemerintahan Orba, yang sarat dengan KKN, akibat tidak ada batasan masa jabatan secara jelas dan tegas dalam pasal 7 UUD 1945," tegas anggota Fraksi PDIP di DPR itu.

PAN: Wacana 3 Periode Tidak Produksi 

 

Juru bicara Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi, menilai wacana masa jabatan presiden 3 periode tak perlu lagi diperdebatkan. Pasalnya, Presiden Joko Widodo sudah berulang kali menolak dengan tegas perpanjangan tersebut.

"Sikap presiden sudah jelas, terang, konstitusional dan terekam oleh publik," ujar Viva saat dihubungi, Senin, 6 September. 

Viva menegaskan, PAN bulat mendukung penuh sikap Presiden Jokowi yang menolak masa jabatan tersebut. Bukan hanya itu, kata dia, Jokowi bahkan menolak amendemen UUD 1945 apabila tujuannya mengubah masa jabatan presiden.

"PAN mendukung pernyataan sikap Presiden Jokowi menolak amendemen UUD 1945 untuk masa jabatan presiden menjadi tiga periode," jelas Viva.

 

Projo: 3 Periode adalah Preseden Buruk 

Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) (Sekjen Projo), Handoko, menegaskan tidak mendukung wacana perpanjangan masa jabatan presiden 3 periode. Sikap Projo ini senada dengan sikap Presiden Joko Widodo yang menolak dan tak berkeinginan maju kembali pada pemilu selanjutnya.  

"Saya sudah bicara ini dari akhir 2019, dan gak berubah, Projo tidak mendukung ide itu," ujar Handoko saat dihubungi VOI, Senin, 8 Agustus.

"Dan Pak Jokowi juga berkali-kali ngomong itu, tidak punya niat untuk 3 periode atau perpanjangan jabatan. Bahkan belum ramai kita sudah ngomong bahwa ide itu gak bagus, dalam pandangan Projo gak menarik, jadi kami konsisten gak mendukung ide ini," sambungnya.

Handoko merasa heran wacana 3 periode presiden terus digembar-gemborkan secara berulang. Dia juga mempertanyakan alasan pihak-pihak yang ingin Jokowi maju kembali sebagai capres untuk ketiga kalinya.

"Tanya yang dorong-dorong itu apa maksudnya. Kita sih gak pengen, masih banyak yang harus bangsa ini pikirin, penguatan demokrasi jangan muter-muter lah. Pak Jokowi sudah bolak-balik ngomong tetap aja, heran ditanya lagi 3 periode," tegas Handoko.

Handoko menyadari bahwa amendemen UUD bisa dilakukan perubahan sesuai jaman. Namun soal periodesasi presiden, menurutnya, tidak ada urgensi untuk dirubah.

"Mau amendemen, mau perubahan masa jabatan, mau periodesasi, mau pemilu ditunda, atau di majuin, itu sebetulnya ya bisa saja karena (wilayah) MPR. Kalau konsensus menyepakati itu silahkan, tetapi ada poin kita punya sejarah 1997pemilu, 1999 pemilu lagi kenapa begitu ada sesuatu yang spesifik urgent, kan waktu itu krisis. Atau ada pemilu 1955 dan ada pemilu lagi 1971 misalnya, ada sesuatu yang kan tahu sendiri periode Bung Karno ngurusi pemberontakan segala macam, sekarang ini kritisnya dimana? Apa yang menjadi kritikal poin sehingga kita menjadi ingin 3 periode, perpanjangan masa jabatan lah, kami tidak menemukan alasan itu," bebernya.

"Silahkan wacana macam-macam tapi Projo tidak ada di barisan yang mendukung ide itu. Projo senada sikapnya dengan Presiden," lanjutnya.

Handoko menegaskan, ide tersebut adalah sebuah kemunduran bagi demokrasi. Menurutnya, 2 periode adalah model yang sudah disepakati pada era reformasi. 

"Ini akan jadi preseden buruk, dulu kan kita sudah mengalami presiden gak pernah ganti. Terus mulai tertib pemilu makin baik, partisipasi masyarakat makin tinggi, kan poin bagus untuk penguatan demokrasi. Kemudian nanti jangan lah kita melakukan sesuatu yang justru tidak memperkuat itu," kata Handoko.

"Kenapa sih Pak Jokowi harus 3 periode? Pak Jokowi berkali-kali katakan tidak ingin," sambungnya. 

Menyinggung soal Presiden 3 periode rawan untuk di kudeta seperti yang terjadi di Guinea, Handoko mengiyakan. Oleh karena itu, dia mengajak seluruh pihak untuk tidak lagi memperdebatkan masa jabatan presiden 3 periode. 

"Jadi ayolah kita semua komponen bangsa para politisi untuk sama-sama digaris itu untuk memperkuat demokrasi," sarannya.