Bagikan:

JAKARTA - Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga menilai perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada menterinya untuk tidak lagi membicarakan wacana perpanjangan masa jabatan presiden 3 periode sudah tepat. 

Meskipun, menurutnya, larangan itu terkesan lamban. Sebab Jokowi baru menyampaikan larangan itu setelah terjadi kegaduhan di tengah masyarakat.

Menurut Jamiluddin, perubahan sikap Presiden Jokowi tampaknya terjadi setelah mendapat tekanan. Pasalnya, mayoritas masyarakat dengan tegas menolak bahkan tergambar dalam hasil survei. 

"Karena itu, presiden tampaknya sudah melihat wacana presiden 3 periode tidak menguntungkannya. Presiden justru terkesan semakin tersudut akibat ulah beberapa menteri kepercayaannya," ujar Jamiluddin kepada VOI, Rabu, 6 April. 

Ada kesan, lanjut Jamiluddin, larangan itu disampaikan setelah mendapat tekanan dari berbagi elemen masyarakat. Partai koalisi, seperti PDIP, Gerindra, dan NasDem dengan keras menolak wacana tersebut. 

"Bahkan ada yang meminta agar para menteri tidak ikut-ikutan menyuarakan presiden tiga periode," katanya.

Hal yang sama, lanjutnya, juga disuarakan Partai Demokrat dan PKS. Partai oposisi ini hampir setiap hari mengkritik wacana tersebut.

"Jadi, tekanan dari beberapa elemen masyarakat dan partai politik tampaknya efektif untuk mengubah sikap Jokowi. Tekanan ini tidak boleh kendor agar wacana presiden 3 periode benar-benar mati," tandasnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan para menterinya untuk fokus bekerja. Mereka diminta untuk setop membicarakan urusan penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden.

"Jangan menimbulkan polemik di masyarakat. Fokus pada bekerja dalam penanganan kesulitan-kesulitan yang kita hadapi," kata Jokowi saat membuka Sidang Kabinet Paripurna yang ditayangkan di YouTube Sekretariat Presiden pada Rabu, 6 April.

"Jangan sampai ada lagi yang menyuarakan mengenai urusan penundaan, urusan perpanjangan. Enggak," tegasnya.

Dia mengingatkan para menterinya harus memiliki sikap sensitif atau sense of crisis terhadap kesulitan yang dialami masyarakat saat ini. Menurut Jokowi, lebih penting para menterinya menjelaskan kepada masyarakat terkait situasi global yang sedang sulit.

"Sampaikan dengan bahasa rakyat dan langkah-langkah yang sudah diambil pemerintah itu apa dalam menghadapi krisis dan kenaikan inflasi," kata Jokowi.