Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo sudah melarang menteri-menterinya untuk bicara lagi soal penundaan pemilu. Hanya saja, sikap tegas Jokowi ini dianggap hanya sebuah kata-kata. 

Bagaimana tidak, bukan mengganjar sanksi Jokowi justru memberi menteri yang getol bicara penundaan pemilu jabatan baru. Ya, baru-baru ini Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan ditunjuk sebagai Ketua Dewan Sumber Daya Air (SDA) Nasional. 

Akibat ulah menteri dan ketua umum partai politik yang getol menyuarakan wacana penundaan pemilu, mahasiswa seluruh Indonesia pun sampai turun ke jalan menuntut agar Jokowi cukup dua periode saja tanpa perpanjangan masa jabatan presiden. 

Seperti diketahui ketua umum parpol yang mewacanakan penundaan Pemilihan Umum adalah Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PAN Zulifli Hasan dan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.

Sementara menteri yang pernah mewacanakan penundaan pemilu antara lain Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia serta Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Serta Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. 

Oleh karena itu, Partai Demokrat berharap Presiden Jokowi menunjukan sikap tegas dengan menegur menteri dan ketua umum partai politik yang masih mewacanakan penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden.  

"Kalau memang pak presiden (Jokowi) tidak ada niat tiga periode, tidak ada niat perpanjangan,  yah ditegur dong tiga ketum parpol itu, ditegur dong menterinya," ujar Ketua Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra, beberapa waktu lalu. 

Senada dengan Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bahkan sampai menantang Presiden Jokowi memberi sanksi kepada menteri-menterinya yang ngotot bicara penundaan Pemilu 2024.

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hidayat Nur Wahid (HNW) menilai, sanksi perlu diberikan sebagai tanda keseriusan pernyataan yang disampaikan Jokowi dalam rapat paripurna kabinet. 

Menurut HNW, apa yang disampaikan Presiden Jokowi mewanti-wanti menteri untuk stop bicara penundaan pemilu sudah cukup tepat.

“Pernyataan Presiden Jokowi larang para Menteri bicara penundaan (Pemilu) atau perpanjangan (masajabatan Presiden) itu baik,” kata HNW, Kamis, 7 April.

Namun, kata HNW, semestinya pernyataan Jokowi itu juga diikuti dengan ketegasan, yakni pemberian sanksi. 

“Tapi lebih baik lagi kalau ada langkah nyata, ditaatinya larangan itu, dan bila ada yang melanggar dengan dalih apapun, diberi sanksi,” kata Wakil Ketua MPR itu.

"Sebagai bukti keseriusan, PKS Minta Jokowi berani beri sanksi terhadap menteri-menteri,” sambungnya.

Sanksi tegas tersebut, tambah HNW, juga ditujukan kepada Luhut Binsar Pandjaitan. Sebab, ia menilai bahwa Luhut selama ini adalah yang paling getol menyuarakan wacana tersebut.

“Termasuk terhadap Menko Marves LBP, Jika tak laksanakan arahan Presiden dengan tetap ngotot suarakan tunda pemilu atau perpanjang masa jabatan presiden,” tandasnya.

Sementara Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai, ketiga ketua umum parpol yang ikut menyuarakan penundaan pemilu itu bermasalah. Mereka takut kasusnya dibongkar oleh Luhut. 

Sebab itu, mereka akan tunduk dan patuh apa yang diperintahkan oleh Luhut. Termasuk getol menggelorakan perpanjangan masa jabatan presiden.  

"Mereka-mereka ketua umum yang setuju itu kan punya kasus, kasusnya dipegang oleh Jokowi, dipegang oleh Luhut, jadi mereka tidak bisa berkutik apa-apa," kata Ujang kepada wartawan, Kamis, 7 April.

Karenanya, menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), jika Jokowi tegas maka sudah seharusnya Menko Marvest Luhut Binsar Panjaitan yang paling getol suarakan penundaan pemilu segera dicopot.

"Luhut juga layak direshuffle karena banyak menggalang penundaan pemilu. Tapi, apakah Presiden Jokowi berani?" tandas Ujang.