Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H. Maming mengungkap perusahaannya di hadapan penyidik. Permintaan ini untuk mengusut dugaan suap dan gratifikasi izin usaha pertambangan (IUP) yang menjeratnya.

Hal ini disampaikan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri terkait kehadiran Mardani di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan pada Kamis, 25 Agustus kemarin. Mardani saat itu terlihat menggunakan kemeja putih dan rompi oranye tahanan komisi antirasuah.

"Kami konfirmasi terkait dengan perusahaan-perusahaan, pengetahuan dari tersangka sendiri," kata Ali kepada wartawan, Jumat, 26 Agustus.

Ali menyatakan KPK punya data tentang perusahaan yang dimilik Mardani. Sehingga, penyidik terus melakukan konfirmasi.

Kalaupun Mardani tak mau terbuka tentang perusahaannya, sambung Ali, itu adalah haknya sebagai tersangka. Namun, KPK memastikan telah memegang bukti terkait dugaan suap yang menjeratnya.

"Seorang tersangka itu punya hak boleh tidak menjawab bahkan. Tetapi sekali lagi, keterangan seorang tersangka itu kan hanya bagian dari satu alat bukti. Masih ada lima alat bukti seperti keterangan saksi, petunjuk, surat, kemudian keterangan ahli," tegasnya.

"Kalaupun tersangka tidak mengakui, tidak masalah bagi kami. Karena itu hanya bagian dari satu alat bukti," imbuh Ali.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan Mardani sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu. Dia ditetapkan sebagai tersangka penerima.

Sementara selaku pemberi, yaitu Hendry Soetio yang merupakan pengendali PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) dinyatakan telah meninggal dunia.

Meski meninggal, KPK memastikan para penyidik sudah mendapat bukti terkait penerimaan yang dilakukan Mardani. Mardini diduga mendapat uang dari Hendry dari 2014 hingga 2020 mencapai Rp104,3 miliar yang diterima melalui orang kepercayaan maupun perusahaannya.