Bagikan:

JAKARTA - Meski kasusnya sudah selesai melalui kesepakatan damai kedua belah pihak, namun keributan antara wanita ‘pencuri’ cokelat dan sampo dengan karyawan Alfamart Cisauk Tangerang, menjadi contoh kasus yang perlu dicermati atau bahkan bisa menjadi pelajaran.

Seorang pengamat hukum berpendapat, bahwa masing-masing pihak memiliki konsekuensi hukum yang berbeda, antara pidana percobaan pencurian dengan dugaan pelanggaran UU ITE.

Rudy Marjono selaku Ketua Konsorsium Penegakan Hukum Indonesia (KOPHI) berpendapat, dalam kasus tersebut terdapat dua persoalan hukum yang berbeda yang dimiliki masing-masing pihak.

“Pertama, tindakan percobaan pencurian yang dilakukan oleh si ibu yang bersangkutan. Kedua, tindakan mengunggah ke media sosial yang dilakukan oleh karyawan Alfamart mengenai kejadian percobaan pencurian.” kata Rudy Marjono saat dihubungi, Senin, 15 Agustus.

Menurut Rudy, kedua kasus tersebut harus dipahami karena memiliki kandungan hukuman yang berbeda. Bahkan, katanya, kedua belah pihak mempunyai konsekuensi hukum yang berdiri sendiri.

“Si ibu dapat dilaporkan tindak pidana percobaan pencurian ringan pasal 364 Jo. Pasal 53 KUHP sesuai dengan Perma No. 2 Tahun 2012. Dan untuk si karyawan Alfamart yang mengunggah peristiwa tersebut ke media sosial, jika memiliki niat agar tindakan si ibu diketahui khalayak umum, bahkan dibumbui narasi negatif, tentu saja hal itu juga tidak dibenarkan secara hukum.” ucap Rudy berpendapat.

Rudy melanjutkan, jika maksud karyawan tersebut ada unsur negatif maka bisa saja terjerat hukum.

“Ada potensi si karyawan dapat dikenai pidana pencemaran nama baik dalam UU ITE. Sehingga bilamana dilihat dari bobot konsekuensi pidana yang dapat dikenakan, kedua pihak tersebut tentunya si karyawan yang berisiko dapat ancaman pidana yang jauh lebih berat dibanding pencurian si ibu yang bersangkutan. Apalagi katanya sudah melakukan pembayaran terhadap barang yang dia ambil.” ujarnya.