Berubahnya Alur Kasus Pembunuhan Brigadir J di Rumah Singgah Irjen Ferdy Sambo
Richard Eliezer alias Bharada E berstatus tersangka dalam kasus baku tembak di rumah singgah Irjen Ferdy Sambo berujung tewasnya Brigadir J. (Antara-M Risyal Hidayat)

Bagikan:

JAKARTA - Tim khusus (timsus) bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terus mengusut insiden berdarah yang menewaskan Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Sederet fakta baru mulai ditemukan. Tanda tanya besar yang sempat menyelimuti kasus inipun mulai memudar.

Bahkan, temuan-temuan dari timsus seolah mengubah rangkaian atau proses kejadian di balik tewasnya Brigadir J di rumah singgah Irjen Ferdy Sambo.

Pembunuhan

Setidaknya, ada beberapa hal yang berubah dalam alur insiden berdarah ini. Satu di antaranya mengenai baku tembak.

Kombes Budhi Herdi Susianto yang kala itu menjabat sebagai Kapolres Metro Jakarta Selatan sempat menyatakan tewasnya Brigadir J karena terlibat baku tembak dengan Bharada E.

Aksi baku tembak bak koboi ini berlangsung di rumah singgah Irjen Ferdy Sambo di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Kala itu, disampaikan, berdasarkan hasil olah tempat kejadian perkara (TKP), Brigadir J memegang senajata jenis HS-16 dan tertinggal 9 peluru di magazennya Artinya, dia memuntahkan tujuh peluru.

Sementara Bharada E menggunakan senjata Glock 17 dengan magasen maksimum 17 butir peluru.

"Dan kami menemukan di TKP tersisa dalam magasin tersebut 12 peluru. Artinya ada 5 peluru yang dimuntahkan. Atau di tembakan," ujar Budhi.

Tetapi, dalam baku tembak itu, hanya Brigadir J yang mengalami luka atau tertembak. Sedangkan, Bharada E 'bersih' atau tak terluka sedikitpun.

Kemudian, baku tembak itupun disebut karena Brigadir J panik setelah aksi percobaan pelecehannya terhadap istri Irjen Ferdy Sambo gagal.

Dia menembak Bharada E yang saat itu menghampiri Putri Candrawathi karena berteriak. Artinya, Brigadir J yang memulai dan Bharada E hanya melakukan pembelaan diri.

Rangkaian kejadian ini seolah terbantahkan saat Bharada E ditetapkan sebagai tersangka. Sebab, timsus justru menyebut tewasnya Brigadir J karena dibunuh.

Di kasus ini, timsus mempersangkakan Bharada E dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.

Ini artinya, kasus pembunuhan Brigadir J yang terjadi hampir satu bulan lalu ditengarai tak dilakukan Bharada E seorang diri. Diduga masih ada pihak lain terlibat kasus yang menyedot perhatian publik ini.

"Pemeriksaan belum selesai, masih dalam pengembangan,” kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian.

Termasuk soal aksi bela diri. Dengan hasil penyidikan sementara, timsus membantah semua dugaan.

"Bukan bela diri," kata Brigjen Andi.

Saksi Kunci

Tak hanya itu, temuan timsus juga menepis mengenai CCTV yang menjadi saksi kunci untuk mengungkap pembunuhan Brigadi J.

Di awal penyelidikan, Kombes Budhi Herdi menyatakan seluruh CCTV di lokasi kejadian rusak. Bahkan, sejak dua minggu sebelum insiden berdarah itu terjadi.

Sehingga, pihaknya kesulian untuk mengungkap kasus tersebut.

Tetapi, Kapolri Jenderal Listyo Sigit justru seolah membantah pernyataan itu. Dia menyatakan ada upaya sengaja merusak atau menghilangkan 'saksi kunci' tersebut.

Jenderal bintang empat ini tegas menyebut sudah mengetahui penyebab di balik semua itu. Bahkan, identitas pelaku penghilang dan perusak CCTV sudah dikantongi.

"Ada CCTV rusak yang diambil pada saat di satpam dan itu juga sudah kita dalami dan kita sudah mendapatkan bagaimana proses pengambilan," ujar Jenderal Sigit.

Menurutnya, timsus yang dibentuknya, sudah mengantongi identitas pelaku. Bahkan, sudah dimintai keterangan perihal aksi tersebut.

Tapi Kapolri tak menyampaikan siapa pelakunya secara gamblang. Dia hanya menyebut oknum itu akan diproses sesuai dengan aturan yang berlaku.

"Siapa yang mengambil (CCTV) juga sudah kita lakukan pemeriksaan dan saat ini tentunya kita akan melakukan proses selanjutnya," ungkapnya.

Dugaan Terorganisir

Dengan temuan-temuan fakta itu sehingga memunculkan dugaan pembunuhan Brigadir J dilakukan secara terorganisir.

Terlebih, Kapolri pun menyebut ada 25 anggotanya yang sudah diperiksa Inspektorat Khusus (irsus) buntut tewasnya Brigadir J. Bahkan, tiga di antaranya berpangkat Brigadir Jenderal (Brigjen) atau bintang satu.

Kemudian, ada juga lima Kombes, tiga AKBP, dua Kompol, tujuh Panma, dan lima Bintara serta tamtama. Puluhan personel polisi yang diperiksa itu disebut dari berbagai satuan.

"Dari satuan Divisi Propam, Polres dan Polda Bareskrim,” kata Sigit.

Selain itu, Kapolri juga menyatakan sudah 'menyeret' empat anggotanya untuk ditempatkan ke tempat khusus.

"Malam ini ada 4 orang yang kita tempatkan di tempat khusus selama 30 hari," kata Sigit.

Sayangnya, Sigit tak menjelaskan secara merinci identitas empat anggotanya itu. Dia hanya menyatakan akan menindak tegas siapapun yang terlibat.

Ketegasan Kapolri juga ditunjukan dengan memutasi 25 anggotanya itu.

Dari data yang didapat, baru ada 10 orang yang diduga terlibat di rangkaian kasus Brigadir J yang dimutasi.

Mereka merupakan 'anak buah' Irjen Ferdy Sambo yang bertugas di Divisi Propam dan 'Gerbong' Polres Metro Jakarta Selatan.

Mutasi itu tertuang dalam Surat Telegram Rahasia (STR) nomor 1628/VIII/Kep/2022, tertanggal 4 Agustus 2022.

Para anak buah Irjen Ferdy Sambo yakni Brigjen Hendra Kurniawan, Brigjen Benny Ali, Kombes Denny Setia Nugraha dan Kombes Agus Nur Patria.

Kemudian Kompol Chuck Putranto, Kompol Baiquni Wibowo, dan AKBP Arif Rachman Arifin. Termasuk, Irjen Ferdy Sambo.

Sementara gerbong Polres Metro Jakarta Selatan yang dimutasi yakni Kasat Reskrim AKBP Ridwan Rheky Nellson Soplanit dan Kanit I Satreskrim AKP Rifaizal Samual.

Mereka semua dipindah tugas ke bagian Yanma (Pelayan Markas) Polri.

Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menyatkan dalam perintah Kapolri, mereka semua dimutasi dalam rangka pemeriksaan oleh timsus dan irsus. Tujuannya, mencari dugaan keterlibatannya.

"Yang dimutasi sebagai Pamen Yanma Polri dalam status proses riksa oleh Irsus Timsus," ungkap Dedi.

Nantinya, mereka akan menjalani sidang kode etik profesi. Jika terbukti melakukan pelanggran tentu sanksi sesuai aturan akan diberikan.

"Apabila bukti melakukan pelanggaran etika akan diperiksa apabila terbukti pelanggaran pidana seperti pak Kapolri sampaikan akan diproses sesuai prosedur," kata Dedi.