Bagikan:

JAKARTA - Jaksa penuntut umum menghadirkan suami Anita Kolopaking, Wyasa Santosa Kolopaking dalam sidang kasus pengurusan fatwa Mahkamah Agung untuk terdakwa Jaksa Pinangki Sirna Malasari.

Dalam kesaksiannya, Wyasa mengatakan, istrinya membebankan legal fee 200.000 dolar AS kepada terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra untuk pengurusan peninjauan kembali (PK).

"Legal fee 200.000 dolar AS, 100.000 dolar AS diterima saat penandatangan jasa hukum, 100.000 dolar AS berikutnya sesuai dengan progres pekerjaan, kemudian biaya keberhasilan 200.000 AS," kata Wyasa dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, dilansir Antara, Rabu, 11 November.

Dalam dakwaan disebutkan pada tanggal 19 November 2019, Pinangki mengajak seorang pengusaha bernama Rahmat dan advokat Anita Kolopaking untuk bertemu dengan Djoko Tjandra di Kuala Lumpur.

Anita pun menyampaikan dokumen berisi surat kuasa dan surat penawaran jasa bantuan hukum dan meminta 200.000 dolar AS sebagai success fee, kemudian Djoko Tjandra menyetujui dan menandatangani dokumen tersebut.

"Uang 100.000 dolar AS sudah diserahkan Djoko Tjandra kepada Saudara?" tanya jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung KMS Roni.

"Belum," jawab Wyasa.

Wyasa mengaku istrinya hanya menerima 50.000 dolar AS dari Pinangki.

Pada tanggal 26 November 2019, menurut Wyasa, istri malam-malam minta diantarkan ke apartemen Darmawangsa Essense Kebayoran Baru untuk mengambil legal fee.

"Itu apartemen ditempati Bu Pinangki, saya turunkan Ibu Anita di depan apartemen, jadi saya tidak lihat langsung ketemu atau tidak dengan Bu Pinangki karena saya hanya tunggu di mobil. Sekitar 10—15 menit Bu Anita kemudian turun hanya mukanya murung," ungkap Wyasa.

Selain bermuka murung, istrinya juga membawa bungkusan plastik setelah turun dari apartemen Pinangki.

"Tahu kalau istri murung, saya tidak berani bertanya kenapa. Karena kondisinya begitu, akhirnya saya pulang, istri saya kasih tahu kalau dananya ini untuk bayar semua yang terkait dengan operasional kantor tetapi fee tidak sesuai yang diharapkan, "kan penawaran jasa hukum harusnya 100.000 dolar AS tetapi yang diterima 50.000 dolar AS," cerita Wyasa.

Uang tersebut ada dalam 5 blok pecahan 100.000 dolar AS sehingga totalnya 50.000 dolar AS. Uang itu lalu disimpan di brankas.

"Ini 'kan Bu Anita mengurus perkara Djoko Tjandra tetapi kenapa yang memberikan fee itu Pinangki?" tanya jaksa Roni.

"Saya tidak tahu, tetapi uangnya sudah habis," ungkap Wyasa.

Wyasa mengaku bahwa istrinya juga memang kenal beberapa hakim karena sama-sama lulusan S-3 hukum Universitas Padjadjaran.

"Istri saya anggota Asian Law Association jadi semua hakim agung se-Asia melakukan annual meeting dan karena Anita anggota otomatis kenal," kata Wyasa.

Wyasa juga pernah mengantar Anita ke rumahnya di Simprug Golf tetapi hanya menurunkan Anita di depan rumah Djoko Tjandra.

Wyasa diketahui adalah orang yang mengelola administrasi kantor hukum milik Anita dan istrinya pernah berpamitan untuk pergi ke Malaysia mengurus perkara Djoko Tjandra.

"Istri cerita ada satu kasus yang perlu dikerjakan di Malaysia pada tanggal 19 dan 25 November 2018 untuk kasusnya Djoko Tjandra, yaitu pengajuan PK baru dan pelaksanaan PK," ungkap Wyasa.

Dalam perkara ini jaksa Pinangki didakwa dengan tiga dakwaan, yaitu pertama dakwaan penerimaan suap sebesar 500.000 dolar AS (sekitar Rp7,4 miliar) dari terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra.

Kedua, dakwaan pencucian uang yang berasal dari penerimaan suap sebesar 444.900 dolar atau sekitar Rp6.219.380.900,00 sebagai uang pemberian Djoko Tjandra untuk pengurusan fatwa ke MA.

Ketiga, Pinangki didakwa melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejagung dan MA senilai 10 juta dolar AS.