Sidang Eksepsi, Irjen Napoleon Bonaparte Sebut Suap Joko Tjandra Rekayasa Palsu
Sidang eksepsi Irjen Bonaparte Napoleon (Foto: Rizky/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan suap penghapusan red notice, Irjen Napoleon Bonaparte menyebut jika dakwan jaksa soal penerimaan uang senilai 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar Amerika Serikat (AS) merupakan rekayasa perkara palsu.

Hal itu disampaikan Irjen Napoleon Bonaparte melalui pengacaranya, Santrawan T. Paparang dalam sidang nota keberatan (eksepsi) terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin, 9 November.

"Penerimaan uang sejumlah 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS untuk pengurusan penghapusan red notice adalah merupakan rekayasa perkara palsu," ujar Santrawan.

Alasan dakwaan itu merupakan rekayasa berdasarkan kwitansi penerimaan uang oleh Irjen Napoleon yang dimiliki Tommy Sumardi tidak tercantum peruntukannya. Padahal, kwitansi itu digunakan jaksa dan penyidik Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri dalam pembuatan dakwaan.

"Dengan tidak adanya catatan penggunaan uang di dalam kwitansi tersebut. Maka, demi hukum, fakta sejati tersebut tidak bisa ditafsirkan lain oleh penyidik Tipidkor Bareskrim Polri dan oleh Jaksa Penuntut Umum bahwasanya seolah-olah pergerakan uang bergerak menuju klien kami ia terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte," papar dia.

Dengan tidak adanya catatan peruntukan pada kwitansi tersebut diduga jaksa dan penyidik Tipidkor Bareskrim menggunakan cara berfikir dedukasi. Sehingga, menarik kesimpulan yang jauh atau tidak berkesinambungan dengan bukti kepada keseimpilan yang lebih dekat.

Sehingga, Irjen Napoleon membantah atau menolak semua dakwaan perihal penerimaan uang tersebut.

"Keberadaan kwitansi tanda terima uang tersebut baik langsung maupun tindak langsung sama sekali tidak ada hubungannya dengan diri terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte," kata dia.

Sekadar informasi, ada beberapa kwitansi pemberian uang yang diterima Tommy Sumardi dari Joko S. Tjandra. Pertama pemberian uang senilai 100 ribu dolar Singapura tertanggal 27 April 2020.

Kemudian, pemberian uang sebesar 200 ribu dolar Singapura tertanggal 28 April. Penberian uang senilai 100 ribu dolar AS pada 29 April.

Pemberian uang senilai 150 ribu dolar AS tertanggal 4 Mei 2020. Selanjutnya, pemberian uang 100 ribu dolar AS tetanggal 12 Mei. Terakhir, pemberian uang 50 ribu dolar AS tetanggal 22 Mei.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Irjen Napoleon Bonaparte menerima uang ratusan ribu dolar Amerika Serikat (AS) dan Singapura dari Joko Tjandra. Uang itu diperuntukkan untuk menghapus red notice Joko Tjandra ketika masih menjadi buronan kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali.

"(Irjen Napoleon) Menerima uang sejumah SGD200.000 00 dan sejumlah USD270.000.00," ujar jaksa pada sidang dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat, Senin, 2 November.

Dalam dakwaan, jaksa menyebut Irjen Napoleon memberi perintah untuk menerbitkan surat yang ditujukan kepada Direktorat Jenderal Imigrasi. Surat itu diperuntukkan menghapus nama Djoko Tjandra dari Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistem Informasi Keimigrasian (SIMKIM) Direktorat Jenderal Imigrasi.

Dalam kasus dugaan suap penghapusan red notice, penyidik menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka berperan sebagai penerima dan pemberi. 

Untuk Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetyo Utomo ditetapkan sebagai tersangka karena diduga sebagai penerima suap penghapusan red notice. Sementara Tommy Sumardi dan Djoko Tjandra ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan sebagai pemberi suap.