Tommy Sumardi Minta Rp15 Miliar untuk Hapus <i>Red Notice</i>, Joko Tjandra Sanggupi Rp10 Miliar
Joko Tjandra usai menjalani pemeriksaan (Foto: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Bareskrim Polri membeberkan awal mula kesepakatan penghapusan red notice antara Joko S. Tjandra dengan Tommy Sumardi. Dalam komunikasi keduanya disepakati upah pengurusan sebasar Rp10 miliar.

Hal itu terungkap dalam sidang praperadilan Irjen Bonaparte Napoleon dengan agenda mendengarkan tanggapan dari tim hukum Bareskrim Polri.

"Bulan Maret 2020, DT (Joko Tjandra) menghubungi TS (Tommy Sumardi), menyampaikan agar TS dapat membantu mencabut mencabut red notice DT dan membicarakan biaya pencabutan red notice," ucap salah tim kuasa hukum Bareskrim dalam persidangan, Selasa, 29 September.

Dalam komunikasi itu, awalnya Tommy Sumardi meminta uang untuk pengurusan senilai Rp15 milar. Tetapi, Joko Tjandra menolak dan hanya menyanggupi separuhnya.

"Awalnya TS mengatakan biayanya Rp15 miliar. Tetapi DT (Joko Tjandra) keberatan dan disepakati sebesar Rp10 miliar," kata dia.

Hingga akhirnya Tommy Sumardi mendatangi kantor Brigjen Prasetyo Utomo dan meminta untuk dikenalkan kepada Irjen Napoleon Bonaparte. Dalam pertemuan itulah awal mula pembahasan penghapusan red notice Joko Tjandra.

"TS (Tommy Sumardi) bersama PU (Prasetyo Utomo) menghadapkan Hubinter Polri (Irjen Napoleon) di gedung TNCC lantai 11. Kemudian, TS menyatakan ingin mengecek status red notice atas nama DT dan Divhubinter menyampaikan agar besok kembali lagi," kata dia

Sebelumnya diberikatan, Bareskrim Polri menyebut, Irjen Napoleon Bonaparte sempat menolak kesepakatan awal terkait upah penghapusan red notice Djoko Tjandra saat masih menjadi buronan cessie Bank Bali. Sebab, saat itu Tommy Sumardi hanya membawa uang tunai senilai 100 ribu dolar Amerika Serikat.

"Uang sebesar 100 ribu USD, kemudian dibagi 3, sebesar 20 ribu USD kepada Prasetijo, 30 ribu dolar AS untuk TS (Tommy Sumardi), dan 50 ribu USD untuk Irjen NP. Namun Irjen NP tidak mau menerima uang dengan jumlah tersebut," kata salah tim kuasa hukum Bareskrim dalam persidangan.

Pertemuan awal dalam kesepakatan itu terjadi di ruang kerja Irjen Napoleon Bonaparte pada April 2020. Pertemuan diikuti oleh Irjen Napoleon Bonaparte, Brigjen Prasetyo Utomo, dan Tommy Sumardi.

Dalam pertemuan itu Tommy hanya meminta Irjen Napoleon melihat status red notice Joko Tjandra. Tetapi ditolak karena nominal uang yang akan diberikan tidak sesuai.

"TS (Tommy Sumardi) bersama PU (Prasetyo Utomo) mendatangi ruangan Irjen NB (Napoleon Bonaparte) selaku Kadiv Hubinter Polri dan Irjen NB menyampaikan bahwa red notice atas nama DT bisa dibuka asal ada uang sebsar Rp3 miliar," kata dia.

Adapun dalam kasus ini, Irjen Napoleon Bonaparte ditetapkan tersangka yang diduga sebagai penerima suap. Dia dijerat dengan Pasal 5 Ayat 2, Pasal 11 dan Pasal 12 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2020 tantang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 KUHP.

Dalam perkara suap tersebut, penyidik menyita uang senilai 20 ribu dolar AS, handphone termasuk CCTV sebagai barang bukti.