Jaksa Minta Hakim Tolak Eksepsi Irjen Napoleon Bonaparte, Alasannya Sudah Masuk Pokok Perkara
Irjen Napoleon Bonaparte (Foto: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Jaksa Penuntut Umun (JPU)  meminta majelis hakim menolak nota keberatan (eksepsi) yang diajukan terdakwa perkara dugaan suap pengahapusan red notice, Irjen Napoleon Bonaparte. Alasanya, semua materi eksepsi sudah masuk dalam pokok perkara.

"(Meminta majelis hakim) Menolak keseluruhan nota kebertatan atas eksepsi oleh tim penasihat hukum terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte," ujar Jaksa Junaedi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin, 16 November.

Selain itu, dakawaan yang dibuat oleh pihaknya dalam perkara ini sudah memenuhi syarat sesuai dalam Pasal 143 ayat 2 huruf a dan b Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHP). Sehingga, sambung Junaedi, majelis hakim bisa melanjutkan proses persidangan dan mengadili perkara a quo.

"Melanjutkan pemeriksaan terhadap perkara atas nama terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte," kata dia.

Adapun Jaksa mendakwa Irjen Napoleon Bonaparte menerima uang ratusan ribu dolar Amerika Serikat (AS) dan Singapura dari Joko Tjandra. Uang itu diperuntukkan untuk menghapus red notice Joko Tjandra ketika masih menjadi buronan kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali.

"(Irjen Napoleon) Menerima uang sejumah SGD200.000 00 dan sejumlah USD270.000.00," ujar jaksa dalam sidang dakwaan beberapa waktu lalu.

Dalam dakwaan, jaksa menyebut Irjen Napoleon memberi perintah untuk menerbitkan surat yang ditujukan kepada Direktorat Jenderal Imigrasi. Surat itu diperuntukkan menghapus nama Joko Tjandra dari Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistem Informasi Keimigrasian (SIMKIM) Direktorat Jenderal Imigrasi.

Dalam kasus dugaan suap penghapusan red notice, penyidik menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka berperan sebagai penerima dan pemberi. 

Untuk Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetyo Utomo ditetapkan sebagai tersangka karena diduga sebagai penerima suap penghapusan red notice. Sementara Tommy Sumardi dan Djoko Tjandra ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan sebagai pemberi suap.

Sementara, Irjen Napoleon melalui kuasa hukumnya Santrawan T. Paparang menyebut dakwaan yang disampaikan JPU merupakan rekayasa perkara. Sebab, tidak ada bukti jika terdawak menerima uang tersebut.

"Penerimaan uang sejumlah 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS untuk pengurusan penghapusan red notice adalah merupakan rekayasa perkara palsu," ujar Santrawan.

Bukti yang dimaksud yakni, kwitansi penerimaan uang oleh Irjen Napoleon yang dimiliki Tommy Sumardi tidak tercantum peruntukannya. Padahal, kwitansi itu digunakan jaksa dan penyidik Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri dalam pembuatan dakwaan.

"Dengan tidak adanya catatan penggunaan uang di dalam kwitansi tersebut. Maka, demi hukum, fakta sejati tersebut tidak bisa ditafsirkan lain oleh penyidik Tipidkor Bareskrim Polri dan oleh Jaksa Penuntut Umum bahwasanya seolah-olah pergerakan uang bergerak menuju klien kami ia terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte," papar dia.

Adapun dalam kasus dugaan suap penghapusan red notice, penyidik menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka berperan sebagai penerima dan pemberi. 

Untuk Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetyo Utomo ditetapkan sebagai tersangka karena diduga sebagai penerima suap penghapusan red notice. Sementara Tommy Sumardi dan Djoko Tjandra ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan sebagai pemberi suap.