Tindaklanjuti Putusan MK, Komisi III DPR Bakal Undang BNN dan Ahli Bahas Relaksasi Ganja Medis
Ilustrasi/Foto: Antara

Bagikan:

JAKARTA - Komisi III DPR akan melakukan pembahasan relaksasi ganja medis dengan menggandeng Badan Narkotika Nasional (BNN) serta para ahli untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Diketahui, MK telah menolak pengujian materiil Undang-undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terhadap Undang-undang Dasar (UUD) 1945 terkait penggunaan ganja medis untuk kesehatan.

"Kami mengundang beberapa pihak terkait, seperti BNN, pakar, dan lainnya," ujar anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Johan Budi Sapto Prabowo dalam keterangannya, Jumat, 22 Juli. 

Menurutnya, banyak yang harus dibahas sedetail mungkin, apalagi terkait syarat dan manfaat ganja untuk medis. Karena itu, Johan mengatakan, pihaknya akan mengkaji secara mendalam upaya relaksasi ganja medis di dalam revisi UU Narkotika. 

"Pembahasan akan meliputi golongan ganja, penggunaannya, tugas penegak hukum, pengelompokkan jenis narkotika, dan lainnya," jelas Johan. 

Johan pun meminta masyarakat agar menunggu dengan tenang keputusan pemerintah terkait penggunaan ganja medis. Sebab proses revisi UU Narkotika akan membutuhkan waktu yang cukup lama.

"DPR akan mengutamakan kepentingan masyarakat. Namun, kembali lagi pada pembuatan UU, nantinya bisa bermanfaat atau tidak dalam penggunaanya," kata Johan.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan ganja medis tetap tidak boleh digunakan untuk alasan kesehatan. Hal itu dinyatakan MK dalam putusan perkara nomor 106/PUU-XVIII/2020. 

MK menolak uji formil Undang-Undang Narkotika tentang pasal-pasal larangan penggunaan narkotika golongan I. Dengan demikian, ketentuan pasal pasal 6 ayat (1) dan pasal 8 ayat (1) UU Narkotika tidak berubah. Narkotika golongan-termasuk ganja medis-tidak diperbolehkan dikonsumsi meskipun untuk alasan medis.

"Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum, mengadili, satu, menyatakan permohonan pemohon V dan VI tidak dapat diterima. Dua, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Anwar Usman pada persidangan virtual, Rabu, 20 Juli.