Bagikan:

JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) cepat tanggap merespons seruan legalisasi ganja untuk keperluan medis. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan pihaknya akan segera melakukan langkah-langkah strategis untuk mengkaji wacana legalisasi ganja untuk medis. 

Sebab, kata Dasco, meski ganja sudah bisa digunakan untuk pengobatan medis di beberapa negara, namun di Indonesia masih belum diatur dalam undang-undang.

"Nanti kami akan coba buat kajiannya apakah itu kemudian dimungkinkan untuk ganja sebagai salah satu obat medis yang memang bisa dipergunakan," ujar Dasco di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 26 Juni. 

DPR, tambah Dasco, juga akan berkoordinasi dengan berbagai pihak termasuk Kementerian Kesehatan untuk membahas hal itu dengan Komisi IX DPR. 

"Kami coba koordinasikan dengan komisi teknis dan juga Kemenkes, agar DPR bisa kemudian menyikapi hal itu," katanya.

Sehari setelah respons tersebut, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad  menerima kedatangan Santi Warastuti, ibu dari Pika yang menyerukan legalisasi ganja medis di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 28 Juni. 

"Hari ini saya kedatangan Santi Warastuti orang tua dari Pika yang mengalami sakit yang kemarin viral mengenai ganja medis dan didampingi pengacara bapak Singgih mengadakan yudisial review MK mengenai legalisasi ganja untuk medis," ujar Sufmi. 

Dasco mengatakan, pimpinan DPR akan segera berkoordinasi dengan Komisi III DPR untuk menindaklanjuti kajian terkait Ganjar medis. Di mana saat ini, Komisi III juga tengah membahas revisi UU Narkotika. 

"Setelah mendengarkan apa-apa yang disampaikan maka kami akan mengambil langkah-langkah untuk mendorong RDP dengan Komisi III yang kebetulan sedang membahas revisi UU Narkotika," jelasnya. 

Dasco memerintahkan, RDP secepatnya dilakukan pada Minggu ini, atau paling lambat sebelum masa reses anggota DPR dimulai. "Kita kalau sempat minggu ini ya minggu ini, tapi kalau tidak sebelum reses kita minta dilaksanakan RDP," kata Dasco. 

Terkait pelibatan Kementerian Kesehatan, Dasco menuturkan, hal tersebut akan ditindaklanjuti oleh komisi terkait. 

"Kemungkinan akan dikoordinasikan oleh Komisi III DPR itu berkaitan dengan Komisi IX dan lain-lain," katanya. 

Lantas bagaimana tanggapan Komisi IX dan Komisi III DPR?

Komisi IX Pertimbangkan Kaji Manfaat Ganja Medis 

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris menilai Indonesia sudah perlu mulai kajian terkait manfaat ganja bagi medis. Hal itu untuk melegitimasi penggunaan Ganja secara ilmiah. 

"Indonesia harus sudah memulai kajian tentang manfaat tanaman ganja (Cannabis sativa) untuk kepentingan medis. Kajian medis yang obyektif ini akan menjadi legitimasi ilmiah, apakah program ganja medis perlu dilakukan di Indonesia," ujar Charles Honoris kepada wartawan, Selasa, 28 Juni. 

Charles menjelaskan, pada akhir 2020 Komisi Narkotika PBB (CND) sudah mengeluarkan ganja dan resin ganja dari Golongan IV Konvensi Tunggal tentang Narkotika tahun 1961. Artinya, ganja sudah dihapus dari daftar narkoba paling berbahaya yang tidak memiliki manfaat medis. 

"Sebaliknya, keputusan PBB ini menjadi pendorong banyak negara untuk mengkaji kembali kebijakan negaranya tentang penggunaan tanaman ganja bagi pengobatan medis," jelasnya.

Charles mengungkapkan, saat ini telah lebih dari 50 negara yang memiliki program ganja medis termasuk Malaysia dan Thailand. Karenanya, dia menilai, saat ini riset perlu dilakukan meski belum diketahui akan ada atau tidaknya program ganja medis di Indonesia.

"Terlepas Indonesia akan melakukan program ganja medis atau tidak nantinya, riset adalah hal yang wajib dan sangat penting dilakukan untuk kemudian menjadi landasan bagi pengambilan kebijakan/penyusunan regulasi selanjutnya," katanya.

Politikus PDIP itu mengatakan riset tersebut semata untuk kepentingan kemanusiaan yang dinilai penting untuk dunia kesehatan. Dia berharap tidak ada korban lain yang membutuhkan Ganjar medis. 

"Riset medis harus terus berkembang dan dinamis demi tujuan kemanusiaan. Demi menyelamatkan kehidupan Pika, dan anak penderita radang otak lain, yang diyakini sang ibunda bisa diobati dengan ganja. Negara tidak boleh tinggal berpangku tangan melihat 'Pika-Pika' lain yang menunggu pemenuhan hak atas kesehatannya," pungkasnya.

Komisi III DPR Dengarkan Masukan Dulu Sebelum Atur di UU Narkotika

Komisi III DPR belum mau membahas soal penggunaan ganja medis untuk diatur dalam revisi Undang-Undang Narkotika. Komisi III DPR baru mengagendakan rapat dengar pendapat (RDP) guna mendengarkan aspirasi dan masukan dari masyarakat terkait legalisasi penggunaan ganja untuk keperluan medis atau pengobatan. 

Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa mengatakan pihaknya akan melihat terlebih dahulu aspek manfaat yang didapat dari diperbolehkannya ganja medis jika digunakan untuk pengobatan di Indonesia. 

"Kita lihat dulu nilai manfaatnya dan mudaratnya, sementara ini kan ada kajian ternyata nilai manfaatnya bagi kesehatan dan ekonomi itu luar biasa sekali, mudaratnya kecil sekali itu menurut informasi dari kesehatan," ujar Desmond saat ditemui VOI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 28 Juni. 

Desmond menuturkan, DPR harus mengetahui secara detail alasan negara-negara luar membebaskan penggunaan ganja, utamanya untuk keperluan medis. Setelahnya, kata dia, Komisi III DPR baru akan mempertimbangkan dan mengkaji persoalan tersebut dibahas dalam revisi UU Narkotika.  

"Kenapa di Belanda, di Thailand itu dibebaskan ini kita kaji. Apakah dengan potensi secara ekonomi dan kesehatan itu, nah catatan-catatan inilah yang akan kami bicarakan pada saat pembahasan UU Narkotika," jelas politikus Gerindra itu. 

Menyoal bagaimana prosedur ganja digunakan untuk pengobatan, Desmond menegaskan, Komisi III DPR akan meminta masukan dari para ahli kesehatan. Apakah, penggunaan ganja berbahaya bagi kesehatan ataukah ada manfaat lainnya. 

"Kita minta masukan dulu, kesehatan kan ada pakar dari Aceh, ada pakar dari mana-mana tentang itu. Nanti kita akan kita rumuskan apakah memang ini berbahaya atau tidak berbahaya bagi kesehatan," kata Desmond. 

Termasuk dampak ekonomi. Desmond menilai, jika ada manfaat dari aspek ekonomi disamping untuk kesehatan maka penggunaan ganja medis perlu dikaji lebih lanjut. 

"Dampaknya ekonominya apa? Jangan sampai kita menahan sesuatu yang ternyata nilai manfaatnya lebih besar daripada mudaratnya. Nah ini yang perlu dikaji," katanya. 

Namun secara pribadi, Desmond mengaku belum paham aspek manfaat dan mudarat secara detail. Oleh karena itu, kata dia, pihaknya perlu menerima masukan-masukan terkait dua aspek tersebut. 

"Rencananya ada laporan kemungkinan kalau kosong Kamis akan saya panggil (masyarakat) untuk mendengar. Sesudahnya kita dengarkan dulu masukan dari masyarakat baru nanti dokter dan macam-macam ahli kita undang minta masukan terhadap perubahan zat itu," demikian Desmond.