Bagikan:

JAKARTA - Saksi perkara dugaan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), Rahmat menyebut gaya hidup terdakwa jaksa Pinangki Sirna Malasari sangat glamor. Bahkan jika dibandingkan dengan jaksa lainnya sangat jauh berbeda.

Pola hidup glamor jaksa Pinangki diungkapkan Rahmat ketika memberikan kesaksian dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin, 9 November.

"Mobilnya mewah, yah berbeda dengan jaksa-jaksa yang lain. Dari penampilan Bu Pinangki," ujar Rahmat.

Selain itu, Rahmat mengatakan gaya berpakaian Pinangki berbeda dengan yang lainnya. Pakaian dan aksesoris yang kenakan Pinangki menurut Rahmat hampir seluruhnya barang mewah.

"Tas dan segala macam beda (dengan jaksa lainnya)," ungkap dia.

Bahkan, kehidupan sosialnya juga berbeda. Merujuk dari tempat pertemuan mereka di Pacific Place, Rahmat menyebut jika Pinangki memiliki gaya hidup yang glamor.

"Saya ketemu Bu Pinangki di Pacific Place berarti kan berbeda," kata dia.

Pada persidangan sebelumnya, jaksa Pinangki sempat menyebut kekayaan yang dimiliki berasal dari harta warisan mendiang suaminya.

Salah satunya terkait pembelian mobil BMW X5 hingga pembayaran sewa apartemen. Kuasa hukun Pinangki menyebut jika semua itu dibayar menggunakan uang warisan dari mantan suami yang meninggal tahun 2014.

"Almarhum (mantan suami Pinangki) menyadari tidak akan bisa mendampingi istrinya (Pinangki) yang terpaut beda usia 41 tahun, sehingga almarhum pun menyiapkan banyak tabungan tesebut," ujar Jefri membacakan nota keberatan (eksepsi) dalam sidang lanjutan jaksa Pinangki di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rabu, 30 September.

Pengacara juga menjelaskan latar belakang Pinangki. Pinangki sempat menikah dengan seorang jaksa bernama Djoko Budiharjo pada tahun 2006. Selama pernikahan itu suami Pinangki sempat menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) di beberapa daerah.

"Semasa hidup almarhum menjabat sebagai Kajati Riau, Kajati Sulawesi Tenggara, Kajati Jawa Barat, terakhir sebagai Sesjamwas, kemudian setelah pensiun almarhum berpraktik sebagai advokat," kata Jefri.

Saat itu, mantan suami Pinangki mengumpulkan uang dalam mata uang asing. Duit ini yang disebut pengacara digunakan Pinangki untuk membeli mobil mewah dan pembayaran sewa apartemen.

"Saat Almarhum berprofesi advokat, terdakwa mengetahui almarhum suami menyimpan uang dalam bentuk bank notes mata uang asing, yang menurut almarhum adalah untuk kelangsungan hidup istrinya," kata Jefri.

Adapun jaksa Pinangki didakwa melakukan pidana pencucian uang dari Djoko Tjandra sebesar USD 444.990 atau setara Rp6.219.380.900. Duit ini digunakan untuk beberapa hal.

Salah satunya Pinangki disebut menggunakan uang senilai 68.900 dolar AS, dan 38.400 dolar AS atau setara Rp1,5 miliar untuk menyewa unit di Apartemen The Pakubuwono Signature dan Apartemen Darmawangsa Essence. 

Atas perbuatannya, Pinangki didakwa dengan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Jaksa Pinangki juga didakwa menerima 500 ribu dolar AS sebagai uang muka (down payment) pengurusan fatwa Mahkamah Agung agar Djoko Tjandra bisa bebas dari hukuman pidana penjara terkait kasus pengalihan hak tagih Bank Bali.

Dakwaan lainnya, jaksa Pinangki didakwa bermufakat jahat bersama Andi Irfan Jaya dan Joko Tjandra untuk memberikan uang ke pejabat Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung. Jumlah uang yang dijanjikan dalam permufakatan jahat ini sebesar 10 juta dolar AS.