Buruh Ancam Mogok Kerja Nasional, Kemnaker: Implikasinya Besar
Ilustrasi (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) merespons rencana mogok kerja nasional yang digadang-gadang kelompok buruh dari KSPI dan KSPSI AGN jika perusahaan tidak menaikkan upah minimum 2021 dan pembatalan Undang-Undang Cipta Kerja.

Sekretaris Jenderal Kemnaker Anwar Sanusi menyebut, bahwa seruan mogok kerja yang dilontarkan Presiden KSPI Said Iqbal adalah hak dari pimpinan serikat buruh. 

"Terkait dengan imbauan Said Iqbal, menurut saya itu merupakan hak beliau," kata Anwar saat dikonfirmasi VOI, Selasa, 3 November.

Meski begitu, kementerian yang dipimpin oleh Ida Fauziyah ini berharap ancaman tersebut tidak sampai terjadi. Sebab, kata dia, ada dampak besar berupa potensi konflik antara buruh dan pengusaha jika mogok kerja dilakukan.

"Kita harapkan tentunya tidak melakukan mogok kerja, karena memang implikasinya cukup besar," tuturnya.

Anwar menjelaskan, penetapan upah minimum merupakan kewenangan gubernur. Kemudian terkait UU Cipta Kerja, Anwar memandang ada upaya yang lebih pas bagi buruh untuk mneyerukan tuntutan mereka, yakni gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

"Jalur konstitusional kan juga sudah ada, melalui judicial review. Lagipula, dalam proses penyusunan RUU Cipta Kerja dan juga mengeluarkan SE upah, kita sudah melalui proses yang bisa yang melibatkan unsur-unsur pekerja dan juga pengusaha," jelasnya.

Kemarin, Presiden KSPI Said Iqbal menyerukan rencana mogok kerja nasional buruh jika Omnibus Law UU Cipta Kerja tidak dibatalkan dan upah minimum 2021 tidak mengalami kenaikan.

"Bila pemerintah tidak membatalkan Omnibus Law dan tidak menaikkan upah minimum, saya ingin menyerukan mogok kerja nasional oleh buruh yang akan dilakukan di seluruh Indonesia," kata Iqbal dalam aksi di kawasan Patung Kuda, Senin, 2 November.

Said Iqbal memperkirakan, mogok kerja nasional akan dilakukan di 10 ribu perusahaan yang tersebar di seluruh Indonesia. Efek dari mogok kerja adalah setop produksi di pabrik.

"Anda bisa bayangkan bila 10 ribu perusahaan, rata-rata dua ratus orang, maka ada 2 juta buruh yang melakukan mogok kejra nasional menolak UU Cipta Kerja. Itu akan melumpuhkan produksi di pabrik maupun perusahaan," pungkasnya.