Bagikan:

JAKARTA - Beberapa hari terakhir, kualitas udara di Jakarta menempati peringkat pertama terburuk sedunia dalam pengamatan IQ Air. Kedudukan Jakarta sebagai kota paling berpolusi terjadi pada pagi tadi; Senin, 20 Juni; Jumat, 17 Juni; dan Rabu, 15 Juni.

Berdasarkan analisa BMKG, tidak sehatnya udara di Jakarta dipengaruhi oleh berbagai sumber emisi baik yang berasal dari sumber lokal, seperti transportasi dan residensial, maupun dari sumber regional dari kawasan industri dekat dengan Jakarta.

Merespons hal ini, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta Suci Fitria Tanjung memandang pemerintah belum serius dalam mengendalikan polusi udara di Ibu Kota.

Padahal, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengeluarkan putusan bahwa negara melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan di Jakarta pada 16 September 2021.

"Belum ada upaya yang serius dan efektif untuk bisa mengurangi polusi udara, termasuk melihat bagaimana kontribusi emisi atau polusi yang keluar dari kendaraan bermotor maupun berasal dari industri," kata Suci saat dihubungi VOI, Selasa, 21 Juni.

Suci juga meminta pemerintah untuk tidak menggunakan alasan kondisi pandemi yang sudah menurun dan mobilitas masyarakat yang kembali meningkat terkait buruknya kualitas udara.

"Kita tidak bisa menyalahkan situasi pandemi yang sudah membaik dan orang sudah mulai beraktivitas seperti biasa. Sebab, beberapa tahun terakhir, pengamatan kami, kualitas udara di Jakarta masih melampaui baku mutu udara nasional," tegasnya.

Sebenarnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, telah menggagas program Jakarta Langit Biru sebagai upaya perbaikan kualitas udara. Program ini tertuang dalam Instruksi Gubernur DKI Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara.

Namun, Suci menyebut buruknya kualitas udara menjadi tanda bahwa Pemprov DKI perlu mengevaluasi kebijakan mereka. Salah satunya dalah uji emisi yang telah dilakukan uji coba sejak Januari 2021.

Dalam pelaksanaan uji coba, petugas mengecek kendaraan yang melintas di 24 ruas jalan dengan mengukur gas buang kendaraan bermotor. Kendaraan yang sudah melakukan uji emisi dan dinyatakan lulus, akan diminta meneruskan perjalanan. Jika tidak lulus, maka akan diberi teguran.

Atas hal itu, Suci mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan masa uji coba dan langsung memberi penindakan berupa sanksi tilang terhadap kendaraan yang tidak lulus uji emisi. Sebab, ternyata kendaraan yang sudah lulus uji emisi saat ini masih sangat minim.

"Harusnya uji emisi harus didorong untuk percepatan penilangannya. Harus ada tindakan hukum yang tegas. Sehingga, masyarakat merasa wajib untuk melakukan uji emisi," tegasnya.