Bagikan:

SURABAYA - Tak semua orang berduit bisa berangkat haji. Lain halnya dengan seorang tukang becak bernama Holili Addrae Sae, 60, warga asal Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur.

Holili tak menyangka dirinya bisa berangkat ke Tanah Suci. Namun, kerja keras hasil dari mengayuh becak, akhirnya bisa mengumpulkan rupiah untuk naik haji. Ia akan terbang ke Tanah Suci bersama rombongan kloter 20, yang terbang pada Jumat, 17 Juni 2022.

"Alhamdulillah bisa berangkat haji berkat panggilan Allah," kata Holili, di Surabaya.

Meski bisa berangkat ke Tanah Suci, Holili mengaku sedih karena ia berangkat haji seorang diri, tanpa ditemani sang istri bernama Busideh. Istrinya telah mendahului karena dipanggil sang Ilahi.

"Berangkat haji impian saya dan istri sejak lama. Tapi istri meninggal dunia ketika masa tunggu haji," ujarnya.

Holili mengatakan selain karena memang mendapatkan panggilan dari Allah SWT, keberhasilannya mewujudkan mimpi untuk menunaikan rukun Islam yang ke-5 itu, tidak terlepas dari peran almarhumah istrinya.

"Terus terang kami hanya bekerja keras memeras keringat mengayuh becak setiap hari, tapi almarhum istri saya yang begitu telaten menyisihkan sedikit demi sedikit uang sisa dari kebutuhan hidup sehari-hari," katanya.

Tampak sekali guratan kesedihan yang mendalam di wajah Holili saat mengingat perjuangan almarhumah istrinya. Sesekali Holili menyeka airmata yang jatuh dari kelopak matanya sembari terus menceritakan kisah almarhumah yang mengajak, menguatkan, dan meyakinkannya untuk mendaftar haji meski dengan kondisi ekonomi yang ala kadarnya.

"Penghasilan mbecak per hari hanya Rp30-50 ribu, itu pun tidak menentu. Selain itu, saya juga bekerja sebagai kuli ikan dengan penghasilan yang tak seberapa. Istri saya rajin menabung mengumpulkan, dan dibelikan beberapa gram emas," ujarnya.

Tiba di satu waktu, Holili dan istrinya mendapatkan rejeki arisan dan memutuskan untuk menjual semua barang-barang yang selama ini telah dikumpulkan untuk biaya pendaftaran haji. Mulanya sempat ragu, namun sang istri kembali menguatkan dan meyakinkan.

"Saya dapat arisan dan ayo emas ini jual. Ayo daftar haji, tidak apa dengan niat, insyaAalah siapa tahu Allah mengasihani dan Allah cukupkan," kenang Holili mengingat ucapan mendiang istrinya.

Bermodal keyakinan, kedua pasangan suami istri itu akhirnya mendaftar haji pada tahun 2011. Namun Allah berkendak lain, istrinya meninggal dunia pada tahun 2019 karena sakit, sebelum ia dihubungi pelunasan haji pada tahun 2020.

"Istri saya meninggal beberapa bulan sebelum penatapan, tahun 2020 dikonfirmasi berangkat, tapi karena pandemi jadi ditunda, dan alhamdulillah bisa berangkat tahun ini. Meski istri saya sudah meninggal, tapi niat saya tetap haji bersama istri," ujarnya.

Sepeninggal istrinya, Holili sempat menawarkan kedua anaknya untuk mengganti porsi haji sang istri, namun keduanya menolak dan Holili memilih mengambil tabungan haji almarhumah untuk dipergunakan sebagai biaya menghajikan mendiang istrinya di tanah suci.

"Uang tabungannya sampai saat ini masih utuh, saya titipkan agar tidak saya pergunakan. Uang itu untuk haji badal istri saya karena di tanah suci harus bayar orang untuk menghajikan. Mohon doa semoga saya dan istri dijadikan haji mabrur," katanya.

Namun Di tengah kebahagiaan yang dirasakan, Holili mengaku sedih dan bingung. Karena tidak memiliki sepersen pun uang untuk bekal ke Tanah Suci. Bahkan ia tidak bisa untuk turut mendaftar ke Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) yang ada di Sampang.

"Saya sudah tidak punya tabungan lagi mas, apalagi buat bekal untuk ikut jadi rombongan KBIH saja tidak mampu membayar," katanya.

Atas izin Allah, salah satu KBIH di Sampang tergerak hatinya dan mengajak Holili bergabung dengan KBIH nya tanpa dipungut biaya apapun.

Selama proses persiapan pemberangkatan, Holili mengaku selalu menggunakan becaknya setiap kali mengikuti pelatihan.

"Setiap manasik haji  dan mengurus persiapan lainnya saya berangkat naik becam. Karena becak itu satu-satunya kendaraan yang saya miliki," ujarnya.