Bagikan:

JAKARTA - Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Presidential Studies (IPS), Nyarwi Ahmad, menyebut nuansa akomodasi politik pada reshuffle kabinet terbaru Presiden Joko Widodo pada Rabu, 15 Juni, sangat terlihat.

Menurutnya, pergantian dua orang menteri dan pengangkatan tiga orang wakil menteri itu lebih merupakan upaya untuk mengakomodasi kepentingan partai politik pendukung pemerintah masuk ke jajaran Kabinet Indonesia Maju.

Di samping untuk memperbaiki kinerja Kemendag yang selama ini dinilai belum berhasil dalam mengatasi persoalan kenaikan dan kelangkaan harga minyak goreng.

"Nuansa akomodasi politik di sini cukup nyata, karena pergantian Mendag dari Muhammad Lutfi ke Zulkifli Hasan selaku ketua umum PAN. Di situ tentu ada akomodasi politik, belum lagi wamen dari PSI, PBB dan PDIP,” ujar Nyarwi kepada VOI, Jumat, 17 Juni.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo melantik Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, sebagai Menteri Perdagangan, Mantan Panglima TNI, Hadi Tjahjanto, sebagai Menteri ATR/BPN.

Kemudian, Anggota Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Raja Juli Antoni, sebagai Wamen ATR, Sekjen Partai Bulan Bintang (PBB), Afriansyah Noor, sebagai Wakil Menteri Tenaga Kerja dan Politikus PDIP, Jhon Wempi Wetipo, sebagai Wakil Menteri Dalam Negeri.

Selain Zulkifli Hasan, kata Nyarwi, tiga orang wamen yang dilantik oleh Jokowi merupakan bagian dari representasi dari partai politik pendukung pemerintah. Meskipun PSI dan PBB merupakan partai yang tidak memiliki anggota legislatif di parlemen.

“Masuknya Afriansyah Noor bagian dari PBB, bukan PAN saja yang diakomodasi tetapi partai lain yang tidak memiliki kursi di DPR atau parlemen,” ungkapnya.

Hanya saja, menurut Nyarwi, pergantian menteri ATR/BPN Sofyan Djalil ke Hadi Thahjanto makin menegaskan bahwa Presiden memperkuat para menteri yang selama ini dekat dengan Presiden Joko Widodo.

“Pak Hadi termasuk sudah lama dekat dengan Presiden Jokowi. Artinya Presiden memperkuat barisan orang-orang yang selama ini sudah dekat.,” jelasnya.

Nyarwi mengatakan, pergantian menteri lebih dominan dari sisi akomodasi masuknya partai politik bergabung dalam jajaran kabinet. Namun pergantian menteri perdagangan sebagai jawaban pemerintah atas kritik dari masyarakat terhadap lemahnya kinerja Kemendag dalam mengatasi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng. Apalagi ditemukannya kasus korupsi di internal Kemendag soal izin penerbitan ekspor CPO.

“Dari sisi kinerja, bisa dikatakan ada berbagai kritik kegagalan Mendag menangani minyak goreng. Tapi posisi Mendag digantikan dari kalangan politisi belum tentu juga ada jaminan efektifitas. Meski ada sisi positifnya dari dukungan politik bisa digunakan dalam pengelolaan perdagangan tapi kepentingan politik dalam kementerian perdagangan makin menguat,” paparnya.

Sementara pengangkatan Hadi Tjahjanto di Kementerian ATR/BPN, sambung Nyarwi, memiliki tugas untuk melakukan percepatan reformasi agraria yang selama ini selalu disertai persoalan konflik pertanahan. Padahal pertanahan dan tata ruang ini, menurutnya, sangat penting dalam pengelolaan sumber daya alam di tengah ancaman krisis pangan yang melanda dunia sekarang ini.

“Artinya peran pak Hadi dari latar militer Angkatan Udara punya perspektif lain dalam memperkuat ketahanan pangan dan posisi geopolitik Indonesia di tengah krisis perang Rusia dan Ukraina serta menguatnya ekspansi China dalam konflik perbatasan di Laut China Selatan,” tandas Nyarwi Ahmad.