Bagikan:

JAKARTA - Tiba-tiba saja menyeruak ke publik kalau Presiden Joko Widodo dikabarkan akan melakukan pergantian kabinet. Reshuffle kabinet memang sepenuhnya wewenang seorang presiden. Tapi yang ada selama ini, publik menangkap kalau reshuffle lebih untuk mengakomodir kepentingan partai politik pendukung bukan merujuk pada kinerja.

Hal ini disampaikan pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Andriadi Achmad. Dia menduga isu reshuffle kabinet yang belakangan mencuat, untuk mengakomodir partai-partai yang baru bergabung di dalam koalisi pemerintahan.

Apabila benar dilakukan pada awal Oktober, kata Andriadi, maka dipastikan untuk memberikan jatah kursi bagi Partai Amanat Nasional (PAN). Bukan untuk mengganti menteri yang kinerjanya kurang memuaskan.

Isu ini muncul setelah Ketua Umum Relawan Jokowi Mania (Joman) Immanuel Ebenezer menyebut Presiden Jokowi bakal segera melakukan perombakan kabinet atau reshuffle dalam waktu dekat.

"Reshuffle kabinet adalah hak prerogratif presiden, tapi saya melihat sering terjadi reshuffle kabinet karena desakan dari parpol pendukung atau ada parpol non pemerintah bergabung dengan koalisi, bukan atas kinerja selama mengemban amanah sebagai menteri kurang bagus," ujar Andriadi kepada VOI, Senin, 13 September.

Oleh karena itu, menurut Andriadi, reshuffle untuk kepentingan politik tidak perlu dilakukan dalam waktu dekat. Kecuali, memang demi mendongkrak kinerja menteri untuk memulihkan kondisi di masa pandemi.

"Reshuffle kabinet kalau tidak berdasarkan kinerja ukurannya, tidak perlu. Akan tetapi, bila berdasarkan evaluasi kinerja, reshuffle adalah langkah penting untuk menggenjot kinerja para menteri," sarannya.