Selain Lili Pintauli, Dewas KPK Cari Nama Lain Penerima Fasilitas Akomodasi dan Tiket MotoGP Mandalika
Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho (Wardhany T/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar karena menerima gratifikasi berupa akomodasi dan tiket MotoGP Mandalika.

Termasuk, siapa saja yang ikut menerima fasilitas yang diduga berasal dari PT Pertamina Persero.

"Sekarang kan lagi dicari, belum tahu kan untuk berapa orang (pemberian, red) belum mengerti. Belum mengerti, ini lagi cari bahannya," kata Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho kepada wartawn di Gedung ACLC KPK, Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis, 21 April.

Albertina juga mengatakan pihaknya telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dalam laporan dugaan pelanggaran etik tersebut, salah satunya adalah perwakilan dari PT Pertamin yang sudah menjalani pemeriksaan pada hari ini.

"Setiap saat, ada. Hari ini ada, besok ada (yang dipanggil, red)," ujarnya.

Dewan Pengawas KPK meminta pihak yang dipanggil kooperatif dalam memberikan keterangan. Kejujuran mereka dibutuhkan untuk membuat terang dugaan pelanggaran etik ini.

"Sehingga bisa lebih cepat selesai kan, kalau keterangan (yang, red) diberikan tidak apa adanya tidak selesai-selesai nanti," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, Lili diduga menerima gratifikasi berupa akomodasi hotel hingga tiket menonton MotoGP Mandalika dari perusahaan pelat merah yang belakangan disebut Anggota Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris adalah PT Pertamina (Persero).

Aduan ini kemudian ditindaklanjuti oleh Dewas KPK dengan meminta klarifikasi dari sejumlah pihak. Selain itu, Tumpak Hatorangan dkk sudah meminta pihak terkait untuk membawa bukti pemesanan penginapan di Amber Lombok Beach Resort dan tiket MotoGP Mandalika pada Grandstand Premium Zona A-Red.

Pengaduan ini bukan pertama kalinya ditujukan terhadap Lili. Pada 30 Agustus 2021 lalu, Dewas KPK telah menyatakan Lili terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku sehingga dijatuhi sanksi berat.

Dia dinyatakan bersalah melanggar kode etik dan pedoman perilaku berupa penyalahgunaan pengaruh selaku pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani KPK, yakni Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial.

Atas perbuatannya, Lili dijatuhi sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan atau sebesar Rp1,848 juta.