Bagikan:

JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hari ini resmi mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja meskipun banjir penolakan dari berbagai pihak. Akibatnya, serikat pekerja atau buruh mengancam akan menyelengarakan aksi mogok nasional pada tanggal 6 hingga 8 Oktober.

Menanggapi hal ini, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah melalui surat terbukanya meminta serikat butuh atau pekerja untuk mempertimbangkan aksi tersebut. Hal tersebut mengingat pandemi COVID-19 yang masih berlangsung saat ini.

"Terkait rencana mogok nasional, saya meminta agar dipikirkan lagi dengan tenang karena situasi jelas tidak memungkinkan untuk turun ke jalan, untuk berkumpul. Pandemi COVID-19 masih tinggi, masih belum ada vaksinnya. Pertimbangkan ulang rencana mogok itu," tuturnya, dalam keterangan tertulis yang diterima VOI, Senin, 5 Oktober.

Ida mengatakan, sejak awal 2020 pihaknya telah mulai berdialog kepada para buruh tentang RUU Cipta Kerja, baik secara formal melalui lembaga tripartit, maupun secara informal. Menurut Ida, aspirasi serikat pekerja atau buruh sudah pemerintah dengar, dan sudah dipahami, bahkan disertakan menjadi bagian dari RUU tersebut.

"Saya berupaya mencari titik keseimbangan antara melindungi yang telah bekerja dan memberi kesempatan kerja pada jutaan orang yang masih menganggur, yang tak punya penghasilan dan kebanggaan. Tidak mudah memang, tapi kami perjuangkan dengan sebaik-baiknya," jelasnya.

Lebih lanjut, Ida menyarankan, agar serikat buruh atau pekerja yang menolak pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja untuk membaca secara utuh RUU tesebut.

"Banyak sekali aspirasi teman-teman yang kami akomodir. Soal PKWT, outsourcing, syarat PHK, itu semua masih mengacu pada UU lama. Soal upah juga masih mengakomodir adanya UMK. Jika teman-teman ingin 100 persen diakomodir, itu tidak mungkin. Namun bacalah hasilnya. Akan terlihat bahwa keberpihakan kami terang benderang," tegasnya.

Ida mengaku, paham dengan kekecewaan serikat buruh atau pekerja. Hal ini dapat dirinya dirinya terima. Namun, Ida meminta, agar aksi mogok tersebut tak dijalankan. Apalagi, sebagian dari keinginan serikat buruh atau pekerja telah pemerintah akomodir.

"Karena sudah banyak yang diakomodir, maka mogok menjadi tidak relevan. Lupakanlah rencana itu. Jangan ambil risiko membahayakan nyawa kalian, istri, suami dan anak-anak di rumah. Mereka wajib kita jaga agar tetap sehat," katanya.

Tak hanya itu, Ida juga membuka ruang dialog bagi para serikat pekerja atau buruh yang tidak menerima keputusan pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Hal ini, kata Ida, lebih baik untuk mencari titik tengah dari permasalahan yang ada.

"Saya mengajak kita kembali duduk bareng. Dengan semangat untuk melindungi yang sedang bekerja dan memberi pekerjaan bagi yang masih nganggur. Saya dengan antusias menunggu kehadiran teman-teman di meja dialog, bukan di jalanan. Saya percaya kita selalu bisa menemukan jalan tengah yang saling menenangkan. Kita sedang berupaya menyalakan lilin dan bukan menyalahkan kegelapan," jelasnya.

Ditemui terpisah, Menteri Koondinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menanggapi santai penolakan serikat buruh atau pekerja. Ia mengatakan, bahwa tidak semua menolak hanya sebagian kelompok.

"Ya kan ada beberapa buruh tediri dari berbagai kelompok. Nah tentu ada juga yang sudah menyatakan dukungan," katanya.

Terkait dengan mogok nasional, Airlangga mengatakan, dalam kondisi seperti saat ini penting bagi semua pihak untuk menjaga situasi agar tetap kondusif.

"Di tengah kondisi pandemi COVID-19, apalagi kita melihat situasi perekonomian sekarang, maka penting bagi kita sekarang untuk menjaga kondusifitas dan tetap mendukung alat-alat produksi kita," jelasnya.

Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyebut ada 32 federasi dan konfederasi serikat buruh dan beberapa federasi serikat buruh lainnya siap bergabung dalam unjuk rasa serempak secara nasional tanggal 6-8 Oktober 2020 yang diberi nama mogok nasional.

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan mogok nasional dilakukan sesuai dengan Undang-Undang (UU) No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU No 21 Tahun 2000 khususnya Pasal 4 yang menyebutkan, fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan.

Rencananya 2 juta buruh yang mengikuti nasional tersebut meliputi sektor industri seperti kimia, energi, pertambangan, tekstil, garmen, sepatu, otomotif dan komponen, elektronik dan komponen, industri besi dan baja, farmasi dan kesehatan, percetakan dan penerbitan, industri pariwisata, industri semen, telekomunikasi, pekerja transportasi, pekerja pelabuhan, logistik, perbankan, dan lain-lain.

Adapun sebaran wilayah 2 juta buruh yang akan ikut mogok nasional antara lain Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang Raya, Serang, Cilegon, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Cirebon, Bandung Raya, Semarang, Kendal, Jepara, Yogjakarta, Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, dan Pasuruan.

Berikutnya adalah Aceh, Padang, Solok, Medan, Deli Serdang, Sedang Bedagai, Batam, Bintan, Karimun, Muko-Muko, Bengkulu, Pekanbaru, Palembang, Bandar Lampung, dan Lampung Selatan. Selain itu, mogok nasional juga akan dilakukan di Banjarmasin, Palangkaraya, Samarinda, Mataram, Lombok, Ambon, Makasar, Gorontalo, Manadao, Bitung, Kendari, Morowali, Papua, dan Papua Barat.

Dalam aksi mogok nasional nanti, buruh akan menyuarakan tolak omnibus law RUU Cipta Kerja, antara lain tetap ada UMK tanpa syarat dan UMSK jangan hilang, nilai pesangon tidak berkurang, tidak boleh ada PKWT atau karyawan kontrak seumur hidup, tidak boleh ada outsourcing seumur hidup, waktu kerja tidak boleh eksploitatif, cuti dan hak upah atas cuti tidak boleh hilang, karyawan kontrak dan outsourcing harus mendapat jaminan kesehatan dan pensiun.