Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah dan DPR resmi mengesahkan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja hari ini. Padahal, rencananya, pengesahan dilakukan pada Kamis, 8 Oktober mendatang.

Menanggapi hal ini, Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebut dua juta buruh tetap akan melakukan mogok kerja nasional sebagai penolakan pengesahan UU Cipta Kerja.

"32 federasi dan konfederasi serikat buruh lainnya siap bergabung dalam unjuk rasa serempak secara nasional tanggal 6-8 Oktober 2020 yang diberi nama mogok nasional," kata Said Iqbal dalam keterangannya, Senin, 5 Oktober.

Kata Said Iqbal, mogok nasional ini dilakukan sesuai dengan UU No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU No 21 Tahun 2000.

Dalam Pasal 4, disebutkan bahwa fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan. 

"Selain itu, dasar hukum mogok nasional yang akan kami lakukan adalah UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik," tutur dia.

 

Adapun sebaran wilayah 2 juta buruh yang akan ikut mogok nasional antara lain Jakarta, Bogor, Depok, Tengerang Raya, Serang, Cilegon, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Cirebon, Bandung Raya, Semarang, Kendal, Jepara, Yogjakarta, Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, dan Pasuruan.

Berikutnya adalah Aceh, Padang, Solok, Medan, Deli Serdang, Sedang Bedagai, Batam, Bintan, Karimun, Muko-Muko, Bengkulu, Pekanbaru, Palembang, Bandar Lampung, dan Lampung Selatan.

Selain itu, mogok nasional juga akan dilakukan di Banjarmasin, Palangkaraya, Samarinda, Mataram, Lombok, Ambon, Makasar, Gorontalo, Manadao, Bitung, Kendari, Morowali, Papua, dan Papua Barat.

Dalam aksi mogok nasional nanti, buruh akan menyuarakan penolakan omnibus law RUU Cipta Kerja, di antaranya tetap ada UMK tanpa syarat dan UMSK, nilai pesangon tidak berkurang, tidak boleh ada PKWT atau karyawan kontrak seumur hidup.

"Kemudian, tidak boleh ada outsourcing seumur hidup, waktu kerja tidak boleh eksploitatif, cuti dan hak upah atas cuti tidak boleh hilang, karyawan kontrak dan outsourcing harus mendapat jaminan kesehatan dan pensiun," ucap Said Iqbal.

"Sementara itu, terkait dengan PHK, sanski pidana kepada pengusaha, dan TKA harus tetap sesuai dengan isi UU Nomor 13 Tahun 2003," lanjut dia.

Sebelumnya, DPR RI secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja menjadi undang-undang. Persetujuan diambil dalam Rapat Paripurna Penutupan Masa Sidang I Tahun Sidang 2020-2021 di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 5 Oktober yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Azis Syamsudin.

Hadir dalam rapat paripurna secara fisik Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Ketenegakerjaan Ida Fauziah, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

Usai mendengarkan pandangan dari Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, DPR kemudian memutuskan untuk mengetuk rancangan perundangan tersebut meski ada penolakan dari Fraksi Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera.

"Perlu kami sampaikan, berdasarkan yang kita simak dan dengar bersama. Maka sekali lagi saya butuh persetujuan dalam forum rapat paripurna ini. Bisa disepakati?" kata Azis sebelum mengetuk palu persetujuan.

"Setuju," jawab anggota dewan diiringi dengan ketukan palu dari pimpinan rapat.