Bagikan:

JAKARTA - Badan Legislasi DPR RI melaporkan hasil pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja dalam Rapat Paripurna Penutupan Masa Sidang I Tahun Sidang 2020-2021 di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 5 Oktober. 

Dalam laporannya, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa rancangan perundangan ini tidak akan menghapus hak cuti haid dan cuti hamil.

"RUU tentang Cipta Kerja tidak menghilangkan hak cuti haid dan cuti hamil yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan," kata Andi dalam laporannya yang dibacakan dalam sidang yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.

Tak hanya itu, Baleg DPR RI juga menegaskan pemutusan hubungan kerja (PHK) tetap mengikuti aturan dalam UU tentang Ketenagakerjaan.

Selain itu, rancangan perundangan ini juga mengatur masalah tenaga kerja asing (TKA) karena setiap pemberi kerja TKA harus memiliki rencana penggunaan TKA yang disahkan oleh Pemerintah Pusat.

"Pemberi kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan TKA, dan TKA dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia," tegasnya.

Selanjutnya, kata Andi dari 64 kali rapat RUU Cipta Kerja ini menghasilkan 15 bab dan 185 Pasal. "Yang berarti mengalami perubahan dari 15 bab dan 174 pasal," ungkapnya.

Selain itu, politikus Partai Gerindra ini juga menyebut rancangan perundangan ini disetujui oleh tujuh fraksi yaitu PDIP, Gerindra, NasDem, PAN, PKB, PPP, dan Golkar. Sementara Fraksi Demokrat dan Fraksi PKS tetap menolak pengesahan RUU yang menimbulkan polemik tersebut.

Sebelumnya, RUU Cipta Kerja menjadi sorotan bagi pekerja perempuan. Sebab, pada draft rancangan perundangan yang lalu,  tidak satu pun pasal yang mencantumkan aturan cuti hamil-melahirkan, dan cuti haid. RUU ini dinilai akan mengancam dan merugikan kaum perempuan di lingkungan tenaga kerja Indonesia.

Saat ini, hak libur dan cuti diatur dalam UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mulai dari pasal 79, 81, 82, 83 dan 84. Dalam UU tersebut, pemberian kesempatan dari pengusaha bagi pekerja atau buruh untuk istirahat dan cuti tertuang di dalam pasal 79 ayat (1).

Kemudian pasal 81 mengatur soal pekerja/buruh perempuan yang bisa memperoleh libur pada saat haid hari pertama. Pasal 82 mengatur mekanisme cuti hamil-melahirkan bagi pekerja/buruh perempuan. Di dalamnya juga termasuk cuti untuk istirahat bagi buruh yang mengalami keguguran.

Lalu, pasal 83 mengatur kesempatan bagi pekerja/buruh yang anaknya masih menyusu untuk menyusui anaknya selama waktu kerja. Kemudian pasal 84 mengatur bahwa setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak istirahat mingguan, cuti tahunan, cuti panjang, melaksanakan ibadah serta cuti hamil-melahirkan berhak mendapat upah penuh.

Sementara dalam draft lamanya, RUU Cipta Kerja tidak menjelaskan ketentuan-ketentuan dalam lima pasal di atas. Draf RUU tersebut tidak mencantumkan pembahasan, perubahan atau status penghapusan dari empat pasal itu, sebagaimana terjadi untuk pasal-pasal lain di seluruh bagian draf.