JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak agar Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mencopot Bambang Wuryanto atau yang dikenal sebagai Bambang Pacul dari jabatannya sebagai Ketua Komisi III DPR RI.
Desakan ini muncul karena pernyataan Bambang terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Beberapa waktu lalu, politikus PDIP tersebut menyebut bahwa rancangan perundangan ini bisa menghalangi upaya politisi untuk mendulang suara saat pemilihan umum (pemilu).
"ICW mendesak agar Ketua Umum PDIP segera mengganti Bambang Wuryanto sebagai Ketua Komisi III dan mencopot yang bersangkutan sebagai anggota DPR RI," kata Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Egi Primayogha dalam keterangan tertulisnya yang dikutip pada Selasa, 12 April.
Menurut Egi, pernyataan Bambang Pacul tidak tepat karena RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal adalah hal yang penting untuk mencegah praktik korupsi di Tanah Air.
Apalagi, berdasarkan data dari KPK sejak 2004 hingga 2021 dari total 1.231 kasus yang ditangani, 791 di antaranya adalah praktik suap menyuap yang menggunakan pendekatan transaksi uang tunai.
"RUU ini dimaksudkan untuk meminimalisir korupsi dan mencegah praktik pencucian uang. Sebab, selama ini pelaku korupsi selalu berupaya menyembunyikan transaksi kejahatan dengan menggunakan pendekatan transaksi uang tunai," tegasnya.
"Maka dari itu dengan hadirnya RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal, praktek suap menyuap pejabat publik dengan pihak lain tidak akan mudah dilakukan," imbuh Egi.
Selain itu, apa yang disampaikan oleh Bambang juga dapat diartikan sebagai pembenaran terhadap praktik politik uang. Padahal, cara-cara semacam ini menyebabkan mahalnya biaya pemilu sehingga mereka yang maju dan terpilih melakukan praktik lancung.
Sehingga sebagai anggota legislatif, Egi menilai, Bambang harusnya memerangi korupsi dalam proses pemilu dengan dua cara. "Pertama, memperkeras sanksi praktek politik uang, dan memperbaiki sistem penanganan praktik politik uang sehingga para intelektualnya dapat diproses hukum, tidak berhenti di pelaku lapangan," ungkapnya.
"Kedua, dengan memperbaiki sistem akuntabilitas pendanaan pemilu, termasuk meningkatkan kualitas audit laporan dana kampanye," kata Egi.
Dengan kondisi ini, tak hanya mendesak PDIP mencopot Bambang, ICW juga mendesak agar pemerintah bersama para anggota legislatif membahas RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal dan sejumlah regulasi lain yang memperkuat upaya pemberantasan korupsi.
Sebab, selama ini, pembentuk undang-undang terkesan anti terhadap penguatan pemberantasan korupsi. Apalagi, sejumlah aturan pemberantasan korupsi kerap terganjal seperti RUU Perampasan Aset dan Revisi UU Tipikor.
BACA JUGA:
"Pernyataan Bambang Wuryanto juga kian menggambarkan sikap pembentuk UU yang sedari awal memang anti terhadap penguatan pemberantasan korupsi," ujar Egi.
Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul mengungkap alasan mandeknya pembahasan RUU Pembatasan Transaksi Uang Karta. Hal ini disampaikannya saat rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III dengan jajaran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada Selasa, 5 April lalu.
"Sekarang Anda minta dibatasi transaksi angkanya. Pada lapangan hari ini yang namanya kompetisi cari suara pakai ini (uang, red) semua. Gua terang-terangan ini di lapangan. Anda minta ini, besok saya kalau beli sembako bagaimana," kata Bambang saat itu.
Selain itu, dia mengatakan para anggota DPR memerlukan biaya semisal untuk membeli sembako demi menggalang suara dari rakyat. Biaya tersebut membutuhkan uang kartal atau tunai.
Jika PPATK kemudian berencana membatasi, Bambang memastikan wacana tersebut tidak akan ditindaklanjuti oleh DPR.
"DPR keberatan hampir pasti karena ini menyulitkan kehidupan kami. Kita ngomong jujur Pak, money politic mau dipake, ini rekening nah buka rekening kita kirim, mampus. Nah, ini dikau jangan melihat dari sisimu tok, tetapi lihatlah overview today yang terjadi hari ini, jangan tergesa-gesa," tegas Bambang kepada Ketua PPATK yang hadir di rapat tersebut.
"Sampeyan harus jelasin ini. Saya pastikan yang kayak gini nanti DPR susah. Sudah masuk prolegnas boleh, tetapi masuk prolegnasnya nanti diletakin di bawah terus," imbuh Bambang.