Bagikan:

JAKARTA - Fraksi PDIP merotasi Herman Herry dari Ketua Komisi III DPR menjadi anggota Komisi VII DPR RI. Herman digantikan Sekretaris Fraksi PDIP Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul untuk mengisi jabatan pimpinan komisi hukum itu.

Ketua Fraksi PDIP Utut Adianto sebelumnya beralasan jika perpindahan alat kelengkapan dewan atau AKD itu adalah 'tour of duty' biasa.

"Betul dipindah dari III ke VII per tanggal 16 November," ujar Utut kepada wartawan, Rabu, 17 November.

Bukan ada masalah, mantan Wakil Ketua DPR itu mengatakan Herman Hery dipindahkan ke Komisi VII sebagai bagian dari penyegaran Fraksi PDIP. Selain itu, kata Utut, hal ini merupakan bagian dari perjalanan karir di DPR RI.

"Ini tour of duty. Tour of duty biasa," kata Utut.

Herman Herry pun sudah memberikan respon atas pemindahannya sebagai anggota Komisi VII DPR. Menurutnya, pengabdian sepenuh hati adalah komitmen yang selalu ia pegang teguh sejak pertama kali memutuskan bergabung dengan PDI Perjuangan berpuluh-puluh tahun lalu.

"Sebagai petugas partai, prinsip saya cuma satu, yakni memenangkan pertempuran di medan perang manapun saya ditempatkan oleh Ibu Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dan pimpinan partai yang saya cintai ini," kata Herman Herry kepada wartawan, Kamis, 18 November.

Begitupun, kata dia, ketika partai memberikan mandat baru untuk bertugas di Komisi VII DPR RI.

"Saya taat dan loyal pada keputusan tersebut. Yang pasti, tugas konstitusional sebagai wakil rakyat dari NTT akan terus saya emban untuk bisa mengabdi pada tanah NTT tercinta," katanya.

Namun terkait rotasi ini, Bambang Pacul belum memberi komentar.

Menanggapi hal itu, Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin menilai alasan tersebut hanya argumen usang.

"Saya melihatnya ya mohon maaf itu argumen klasik, argumen biasa, argumen lama," ujar Ujang dihubungi VOI, Kamis, 18 November.

Sebab menurutnya, Herman Herry dipindahkan tidak dengan posisi yang sama. Yakni, sebagai pimpinan komisi.

"Logikanya, mestinya kalau dia ketua komisi III maka dipindahkan ke komisi VII sebagai pimpinan lagi, tidak sebagai anggota. Itu tour of duty kan gitu, kalau pimpinan dijadikan anggota namanya degradasi, namanya dibuang," jelas Ujang.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) itu menduga 'dibuangnya' Herman Herry ke Komisi VII DPR sebagai anggota biasa lantaran legislator dapil Nusa Tenggara Timur itu tidak dapat memenuhi keinginan PDIP. Apalagi, nama Herman Herry sempat muncul dalam dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) yang melibatkan politikus PDIP, Juliari Batubara.

"Saya curiga, kalau ada pembuangan itu biasanya seorang anggota fraksi itu tidak mampu memenuhi apa keinginan partai. Tidak tahu apakah terkait persoalan hukum yang melilit PDIP atau agenda lain yang saya tidak tahu. Tapi biasanya seperti itu," kata Ujang.

Di sisi lain, sambung Ujang, pola yang terjadi di DPR ketika pimpinan tidak bisa menjalankan sebagaimana mestinya maka akan diganti. "Misalkan, Diah Pitaloka kan sama, ketika kasus di komisi IX tidak bisa maka dipindahkan. Karena itu, sebenarnya itu degradasi anggota seolah-olah dibungkus dengan argumen tour of duty," terang Ujang.

Lantas, mengapa penggantinya adalah Bambang Pacul? Diketahui, Bambang belakangan ini merupakan orang yang paling keras menentang pencalonan Ganjar Pranowo hingga muncul istilah celeng. Apakah Herman Herry ada hubungannya dengan dukungan ke Ganjar?

"Ya mungkin arahnya kesitu juga, bisa jadi. Terdeteksi 'dukung mendukung' lalu ada indikasi ke sana. Pasti akan dihabisi oleh PDIP. Karena itu pula mungkin dia didegradasi jadi anggota. Partai ingin A dia lakukan B dianggap indisipliner lalu dia dibuang," kata Ujang.

Sementara, Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, mengatakan pergantian pimpinan Komisi III dari Herman Herry kepada Bambang Pacul tentu mengagetkan. Pasalnya, selama ini tidak ada persoalan yang mengemuka terkait kepemimpinan Herman Hery di komisi bidang hukum, HAM dan keamanan itu.

"Tidak ada yang kontroversial di Komisi III selama dipimpin Herman Hery. Pelaksanaan fungsi anggaran, legislasi, dan pengawasan juga berjalan normal. Ini artinya, dilihat dari pelaksanaan fungsi DPR RI, kinerja Komisi III dapat berjalan relatif baik," ujar Jamiluddin kepada VOI, Kamis, 18 November.

Karena itu, lanjutnya, wajar apabila pergantian ketua Komisi III DPR RI menimbulkan spekulasi. Alasan penyegaran karier di DPR RI dengan sendirinya menjadi tidak masuk akal.

Apalagi, kata Jamiluddin, latar belakang pendidikan Bambang Pacul yang menggantikan Herman Herry juga tidak berkaitan dengan bidang Komisi III DPR RI.

"Bambang Pacul lulusan S1 bidang Teknik Kimia UGM dan S2 bidang Strategy dari Prasetya Mulya. Karena itu, dilihat dari pendidikan Bambang Pacul sebenarnya sangat tidak pas ditempatkan di Komisi III DPR RI," kata Jamiluddin.

Terlepas dari isu korupsi bansos yang sempat memunculkan nama Herman Herry, Jamiluddin menduga, penempatan Bambang Pacul kemungkinan untuk mengamankan hal-hal strategis yang berkaitan dengan bidang Komisi III DPR.

"PDIP tampaknya ingin mengamankan hal-hal yang berkaitan dengan hukum, HAM, dan keamanan," katanya.

Apalagi, pria kelahiran Sukoharjo, Jawa Tengah, 17 Juli 1956 itu dikenal sebagai salah satu orang kepercayaan Puan Maharani, putri Ketua Umum PDIP yang kini menjabat Ketua DPR RI.

Bambang Pacul menjadi orang kepercayaan Puan Maharani semenjak Puan menjabat ketua Fraksi PDIP DPR RI periode 2012-2014. Dia seringkali hadir di acara yang dihadiri Puan Maharani.

"Penempatan Bambang Pacul menjadi Ketua Komisi III secara politis menjadi tepat karena orang kepercayaan Puan Maharani. Karena itu, Bambang Pacul diharapkan dapat mengamankan kepentingan partainya di bidang hukum, HAM, dan keamanan," demikian Jamiluddin Ritonga.