Saran Pimpinan Komisi X DPR Soal Pengembalian Pancasila jadi Mata Pelajaran, Jangan Indoktrinatif Tapi Aplikatif dan Berkarakter
Wapres Ma'ruf Amin/Foto: Antara

Bagikan:

JAKARTA - Pimpinan Komisi X DPR mendukung pernyataan Wakil Presiden Ma'ruf Amin soal rencana mengembalikan Pancasila menjadi mata pelajaran tersendiri dalam kurikulum pendidikan. Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Standar Nasional Pendidikan. 

Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian mengatakan, perkembangan zaman dewasa ini telah memberikan berbagai perubahan dalam kehidupan masyarakat. Modernisasi yang tidak dapat dibendung mulai merubah perilaku masyarakat, dan Pancasila mulai sering ditinggalkan. 

"Ditinggalkannya Pancasila terlihat misalnya dari maraknya aksi kekerasan dengan berbagai alasan, misalnya alasan agama, dan lain-lain," ujar Hetifah kepada VOI, Jumat, 8 April. 

Selain itu, lanjut Hetifah, masuknya budaya-budaya baru, terutama akibat teknologi informasi yang didominasi media sosial, membuat masyarakat mulai kehilangan jati dirinya. "Aksi kekerasan anak muda misalnya, sering muncul di media-media sosial," katanya. 

Legislator Golkar Dapil Kalimantan Timur itu menilai, pengembalian Pancasila menjadi mata pelajaran tersendiri dalam kurikulum pendidikan sangatlah penting. Sebab Pancasila merupakan dasar negara yang harus dipatuhi dan diamalkan dalam kehidupan bernegara ini. 

"Banyak yang mendukung hal ini," ucapnya. 

Namun, kata Hetifah, kemasan pembelajaran Pancasila jangan seperti zaman dulu yang bersifat indoktrinatif. Pendidikan Pancasila saat ini, menurutnya, harus dilakukan secara partisipatoris, emansipatif dan aplikatif dalam kehidupan sehari hari.

"Jadi usul Pak Ma’ruf Amin ini sudah sejak lama direkomendasikan kepada Kemendikbud untuk masuk dalam kurikulum. Komisi X juga mendorong hal ini," sebutnya.

Sementara, Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih menilai, pendidikan karakter sekarang ini memang belum mendapatkan bentuk yang pas. Apalagi karena dampak pandemi, pendidikan karakter susah dilaksanakan bila kegiatan belajar mengajar (KBM) dilakukan secara online (daring/PJJ).

"Tatkala ada perubahan regulasi tentang Standar Pendidikan Nasional, ternyata ada yang hilang yakni pendidikan bahasa Indonesia dan Pancasila. Pemangku kepentingan pendidikan bereaksi keberatan," ujar Fikri kepada VOI, Kamis, 7 April, malam. 

Menurutnya, pelajaran Bahasa Indonesia dan Pancasila tetap penting. Sekalipun tidak perlu mengulang model lama seperti PMP, namun Pendidikan Pancasila sangat penting untuk pendidikan karakter. 

"Bisa saja digabung dengan Pendidikan Kewarganegaraan. Sehingga wawasan kebangsaan dan kenegaraan peserta didik berharap bisa terbentuk," kata Fikri.