JAKARTA - Polisi menggelar rekonstruksi perkara klinik aborsi ilegal di Jalan Percetakan Negara III, Jakarta Pusat. Ada tiga fakta terungkap lewat peragaan 63 adegan.
Wakil Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya, AKBP Jean Calvijn Simanjuntak mengatakan, fakta yang baru terungkap antara lain tidak ada izin praktik, pembuatan website dilakukan oleh calo, dan pembagian hasil yang paling besar didapat oleh para calo.
"Fakta pertama, ternyata lokasi yang digunakan dalam praktek aborsi ini tidak memiliki izin sama sekali dalam hal kesehatan. Izin klinik, praktek atau operasi di situ. Termasuk di dalamnya tim termasuk dokter tidak memiliki kompetensi dan sertifikasi," ujar Calvijn kepada wartawan, Jumat, 25 September
Kemudian, fakta kedua soal website Klinikaborsiresmi.com yang dibuat oleh calo. Sehingga, dalam praktik aborsi ilegal ini peran calo sangat besar untuk menjaring pasien.
Bahkan, nomor telepon yang tertera pada website itu merupakan milik calo. Dengan begitu, semua orang yang bakal menjadi pasien selalu melalui para calo.
"Fakta kedua ini menarik bagi kami karena ternyata peran dari calo sangat besar. Ditemukan bahwa tersangka RA (pemilik klinik) tanpa calo, tanpa website untuk rekrutmen pasien ini sangat susah sekali," kata dia.
BACA JUGA:
Terakhir, soal fakta pembagian keuntungan yang lebih besar didapat oleh calo. Sebab, dalam perjanjian mereka calo akan mendapat jatah 50 persen. Sedangkan untuk pemilik hanya sekitar separuhnya itu pun setelah dibagi oleh tim medis lainnya.
"Yang jelas adalah apabila pasien ini datang dengan menggunakan website, pembagiannya adalah 50 persen untuk calo yang ada di website itu yang mengantarkan dan 50 persen untuk pemilik aborsi. Yang 50 persen ini dibagi oleh tim pendukung dan pemilik tempat aborsi," kata dia.
Polisi menetapkan 10 orang tersangka dalam kasus klinik aborsi di Jalan Percetakan Negara III.. Satu orang di antaranya dokter, satu orang lainnya pemilik klinik.
Para tersangka itu berinisial, LA (52), DK (30), NA (30), MM (38), YA (51), RA (52), LL (50), ED (28), SM (62), dan RS (25). Para tersangka dikenakan Pasal 346 KUHP dan atau Pasal 348 ayat (1) KUHP dan atau Pasal 194 juncto Pasal 75 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dengan ancaman maksimal 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.