JAKARTA - Kementerian Luar Negeri Ukraina bilang tentara Rusia menduduki kota di wilayah selatan, Kherson, pada awal bulan Maret. Rusia dianggap melakukan tindakan pembalasan (reprisals) terhadap para penduduk kota.
"Pada tanggal 21 Maret, mereka menembaki warga yang sedang melakukan aksi protes damai di Alun-alun Kebebasan, hingga akhirnya seorang lansia terluka," tulis Kemlu dalam siaran pers Kedubes Ukraina di Jakarta yang dilihat redaksi, Rabu 24 Maret.
Di saat tentara Rusia berusaha untuk menumpas perlawanan warga sipil, Kremlin dianggap berusaha untuk membentuk pemerintahan sendiri di kota-kota yang diduduki. Situasi kemanusiaan kian memburuk kata kementerian ini.
"Kota Kherson sangat kekurangan stok makanan dan persediaan medis akibat dikepung Rusia. Kelompok masyarakat yang paling berisiko tinggi adalah bayi baru lahir, yang tidak mendapatkan nutrisi yang cukup dan perlengkapan kebersihan, serta pasien yang dalam kondisi kritis," lanjut rilis ini.
Sebanyak seratus mahasiswa internasional, terutama dari negara-negara Afrika, saat ini masih ada di Kherson.
"Terlepas dari upaya Pemerintah Ukraina dan organisasi-organisasi kemanusiaan internasional, Federasi Rusia kerap menolak membuat koridor kemanusiaan untuk mengevakuasi warga sipil dan memasok makanan," lanjutnya.
"Semakin hari, kota ini semakin mendekati ambang bencana kemanusiaan. Kami mendesak masyarakat internasional untuk bertindak tegas terhadap Rusia, salah satunya dengan cara menerapkan sanksi-sanksi ekonomi berat yang baru untuk memaksa Rusia menghentikan pengepungan kota Kherson dan kota-kota lain di Ukraina, selain itu untuk menciptakan situasi yang aman bagi rakyat Ukraina dan warga negara asing yang akan dievakuasi,"
"Kami juga mendorong pemerintah-pemerintah asing yang warganya ditawan oleh angkatan bersenjata Rusia di Kherson untuk meningkatkan tekanan politik terhadap Moskow," tandasnya.