JAKARTA - Nama Saifuddin Ibrahim mendadak viral usai usulan tak biasa yang ditujukan kepada Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas. Saifuddin yang mengaku sebagai pendeta ini meminta Menag Yaqut untuk menghapus 300 ayat Al-Qur'an karena berbagai alasan.
Tak hanya itu, Saifuddin menyebutkan kalau pesantren adalah sumber teroris. Dia menilai teroris tidak mungkin muncul dari sekolah beragama lain.
Dosen pasca sarjana di Universitas Indonesia, Ade Armando buka suara atas usulan Saifuddin. Menurut Ade, usulan ini tidak berguna. Seharusnya Saifuddin menggunakan akal sehat dalam memberikan masukan kepada Menag Yaqut.
Ade menyebutkan, dirinya juga kerap memberikan kritik terhadap perilaku muslim, baik di Indonesia dan dunia. Namun, usulan menghapus 300 ayat Al-Qur'an atau menuding pasantren sebagai sarang terorisme itu bermasalah.
"Terus terang orang semacam Saifuddin ini sama sekali tak bermanfaat. Kalau kita ingin mengkritik, seharusnya didasarkan dengan akal sehat," tegas Ade Armando.
Menyebutkan pasantren sebagai sarang radikalisme justru mengarang bebas. Sebab, menurut Ade Armando, mayoritas pasantren merupakan
Nahdlatul Ulama (NU).
"NU justru tidak mengajarkan radikalisme dan terorisme. Memang ada sih pesantren radikal tapi itu minoritas sebagai contoh Menteri Agama yang dipuji-pujinya itu jebolan pesantren. Mungkin sekali pesantren menanamkan radikalisme tapi ya itu jangan dijadikan contoh, jangan di generalisasi," tegas Ade Armando.
Kemudian usulan menghapus 300 ayat Al-Qur'an. Menurut Ade, Menag tidak memiliki otoritas untuk menghapus sebab ayat-ayat tersebut datang dari Allah sendiri. Ade menyebut, usulan ini justru bentuk penghinaan terhadap Islam.
"Al-Qur'an adalah ayat Allah, kalau ada 300 ayat harus dihapus ya itu artinya mencampakan Al-Qur'an sama sekali itu penghinaan terhadap Islam,"
"Saya sendiri bukannya tidak mengkritik terhadap cara muslim menafsirkan Al-Qur'an tapi yang layak dipersoalkan adalah cara penafsiran nya bukan ayat-ayatnya," tegas Ade.
BACA JUGA:
Ade justru mengusulkan pada Saifuddin untuk memberi saran yang jauh lebih berkelas kepada Kemenag. Misalnya, Kemenang mengembangkan penafsiran Islam yang moderat, kritis, rasional dan kontekstual.
"Namun harapan semacam ini terlalu tinggi saya alamatkan pada Saifuddin. Masalahnya dia sendiri juga berpikiran sempit, dia sendiri tidak menggunakan akal sehat, sehingga pernyataan yang keluar dari mulutnya tidak mencerminkan kecerdasan," tutup Ade Armando.