Bagikan:

JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin menangkap maksud politik dari langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang mencabut upaya banding atas putusan PTUN Jakarta yang menghukumnya untuk mengeruk total Kali Mampang.

Ujang menilai, Anies khawatir akan ditinggalkan oleh partai politik (parpol) jelang Pemilu 2024 jika ia meneruskan langkah hukum melawan warga korban banjir Kali Mampang tersebut.

Menurut Ujang, langkah banding Anies dianggap parpopl akan memberi efek buruk bagi citra Anies di mata masyarakat. Mau tak mau, hal itu nanti juga berimbas kepada partai pendukungnya.

"Kelihatannya itu jalan kompromi Anies dengan partai-partai politik. Jika banding diteruskan, partai-partai kelihatannya tak akan mau mendukung Anies. Karena politik itu pada dasarnya, ingin saling menguntungkan," kata Ujang kepada VOI, Jumat, 11 Maret.

Suka tidak suka, Anies memang membutuhkan partai untuk kendaraan politiknya dalam Pemilu 2024. Karenanya, jika langkah banding menuai kritikan dari kalangan partai, bahkan yang mengusungnya saat Pilkada 2017, maka Anies pun membatalkan hal tersebut.

"Jika kebijakannya untuk kebaikan rakyat, mestinya dieksekusi dan jangan kompromi dengan partai-partai itu. Namun, itulah resiko tokoh politik yang tak punya partai. Harus dan mesti berkompromi dan menyenangkan partai-partai politik," jelas Ujang.

Sebagai informasi, saat Anies mengajukan banding atas putusan PTUN yang mengharuskan dirinya mengeruk total Kali Mampang serta membangun turap, kritikan datang dari sejumlah partai, yakni PDIP, PSI, bahkan Gerindra yang merupakan partai pendukungnya.

Dua hari berselang, Anies langsung membatalkan pengajuan banding tersebut. Kepala Biro Hukum Setda Provinsi DKI Jakarta Yayan Yuhanah beralasan, keputusan pencabutan banding lantaran majelis hakim tidak menyatakan Pemprov DKI melakukan perbuatan melawan hukum.

Pertimbangan lain pencabutan banding juga karena majelis hakim juga menolak 5 dari 7 tuntutan para penggugat perkara ini. Penggugat dalam hal ini adalah sejumlah warga korban banjir Kali Mampang.

Ada pun 5 tuntutan yang ditolak majelis hakim PTUN Jakarta yaitu pelebaran Kali Krukut di Kelurahan Pela Mampang, pengerukan sungai yang sejak tahun 2017 tidak rutin dilakukan di Kali Krukut, pengerukan Kali Cipinang yang sudah mengalami pendangkalan, pembuatan tanggul di bantaran Kali Cipinangm dan tuntutan ganti rugi para penggugat senilai Rp1,15 miliar.

Sementara, 2 tuntutan yang dikabulkan majelis hakim adalah mewajibkan Pemprov DKI untuk mengerjakan pengerukan Kali Mampang secara tuntas sampai ke wilayah Pondok Jaya dan mewajibkan Pemprov DKI untuk memproses pembangunan turap sungai di Kelurahan Pela Mampang.