JAKARTA - Menteri Luar Negeri Vatikan mengutuk laporan pengeboman sebuah rumah sakit anak-anak di kot pelabuhan Mariupol, Ukraina yang terkepung invasi Rusia.
Dewan kota Mariupol mengatakan, rumah sakit itu beberapa kali terkena serangan udara Rusia, menyebabkan kehancuran 'kolosal'.
Sementara, Gubernur Wilayah Donetsk mengatakan sekitar 17 orang terluka, termasuk wanita yang sedang melahirkan. Kendati demikian, laporan belum dapat segera diverifikasi.
"Saya katakan mengebom sebuah rumah sakit tidak dapat diterima. Tidak ada alasan, tidak ada motivasi, untuk melakukan ini," kata Kardinal Pietro Parolin kepada wartawan yang menanyakannya pada konferensi di Roma tentang pengeboman yang dilaporkan, melansir Reuters 10 Maret.
"Versi pertama yang diberikan untuk perang ini adalah, itu operasi militer yang hanya bertujuan untuk menghancurkan instalasi militer di Ukraina, untuk menjamin keamanan Rusia. Pengeboman rumah sakit untuk anak-anak, rumah sakit anak, tidak ada hubungannya dengan ini," tegas Parolin.
Sebelumnya, Paus Fransiskus secara implisit menolak penggunaan istilah 'operasi militer khusus' oleh Rusia untuk invasinya ke Ukraina, dengan mengatakan negara itu sedang dihantam perang dan mendesak segera diakhirinya pertempuran, pada Hari Minggu.
Kardinal Parolin, yang menempati urutan kedua setelah paus dalam hierarki Vatikan, berbicara melalui telepon dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov pada Hari Selasa, mengatakan kepadanya Takhta Suci Vatikan ingin serangan bersenjata di Ukraina dihentikan dan koridor kemanusiaan dijamin.
"Saya sangat khawatir, pertama-tama dengan apa yang terjadi, karena ini telah menjadi perang habis-habisan," ujar Kardinal Parolin pada Rabu, seraya menambahkan percakapannya dengan Lavrov pada Selasa berlangsung lebih dari 30 menit.
Kardinal Parolin mengatakan, "Menteri Lavrov tidak memberi saya jaminan".
BACA JUGA:
Sementara itu, Ukraina telah mengatakan akan menyambut baik mediasi Vatikan dan Parolin telah mengatakan sebelumnya, pihaknya bersedia untuk memfasilitasi dialog antara Rusia dan Ukraina.
"Harus ada keterbukaan di pihak semua orang, karena hanya jika ada kemauan untuk benar-benar bernegosiasi dan menemukan kesepakatan, masalah dapat diselesaikan," tandas Parolin.
"Jika semua orang berpegang teguh pada posisi mereka, tidak ada yang bisa dilakukan. Perang akan berlanjut dan menjadi semakin mematikan, dan dengan prospek, Tuhan tolong kami, itu bahkan bisa menyebar. Saya harap tidak, saya harap tidak," Doanya.