Hampir 400 Warga Sipil Tewas Sejak Taliban Kuasai Afghanistan, PBB: Situasi Hak Asasi Manusia Sangat Memprihatinkan
Kepala HAM PBB Michelle Bachelet. (Wikimedia Commons/Gobierno de Chile)

Bagikan:

JAKARTA - Hampir 400 warga sipil tewas dalam serangan di Afghanistan sejak pengambilalihan Taliban, lebih dari 80 persen serangan dilakukan kelompok yang berafiliasi dengan ISIS, sebuah laporan PBB menunjukkan, menggarisbawahi skala pemberontakan yang dihadapi oleh penguasa baru.

Ini adalah laporan hak asasi manusia besar pertama sejak Taliban merebut kekuasaan dari bekas pemerintah yang didukung AS pada Agustus, memicu kekhawatiran di Barat tentang kemunduran yang lebih luas atas hak-hak perempuan, jurnalis dan lainnya.

Laporan tersebut mencakup periode dari Agustus 2021 hingga akhir Februari, mengatakan sekitar 397 warga sipil tewas, sebagian besar dalam serangkaian serangan oleh kelompok ISIS Khorasan (ISIS-K).

Lebih dari 50 orang yang diduga memiliki hubungan dengan kelompok militan ekstrim telah tewas dalam periode yang sama, katanya, dengan beberapa disiksa dan dipenggal kepalanya kemudian dibuang di pinggir jalan.

"Situasi hak asasi manusia bagi banyak warga Afghanistan sangat memprihatinkan," kata Michelle Bachelet, Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia, dalam pidato yang memperkenalkan laporan tersebut kepada badan hak asasi manusia di Jenewa, Swiss, melansir Reuters 8 Maret.

ISIS-K, yang pertama kali muncul di Afghanistan timur pada akhir 2014, diperkirakan menyebar setelah pengambilalihan Taliban dan disalahkan atas beberapa serangan bunuh diri dalam beberapa bulan terakhir, termasuk satu di bandara Kabul Agustus lalu.

Dalam pidato yang sama, Bachelet mengatakan penguasa Taliban telah membatasi hak dan kebebasan perempuan. Dia menyerukan agar perempuan diizinkan untuk 'berpartisipasi penuh' dalam kehidupan publik.

Pada kesempatan yang sama, Bachelet juga merujuk pada 'sejumlah kasus penghilangan paksa yang mengganggu' para aktivis dan pengunjuk rasa, menyatakan keprihatinannya tentang pembatasan kebebasan berekspresi.

"Saya tetap prihatin dengan erosi progresif ruang sipil," tandasnya.

Di bawah pemerintahan mereka sebelumnya dari 1996 hingga 2001, kelompok garis keras Taliban melarang perempuan dan anak perempuan mengenyam pendidikan. Namun, mereka mengatakan telah berubah sejak pengambilalihan.

Diketahui, Dewan HAM yang berbasis di Jenewa akan menunjuk seorang pelapor khusus di Afghanistan, untuk menyelidiki dugaan pelanggaran oleh Taliban dan lainnya pada akhir sesi selama sebulan saat ini.

Adapun Duta Besar AS Sheba Crocker mengatakan kepada Dewan HAM pada Hari Senin, ini akan menjadi 'mekanisme penting untuk mendokumentasikan pelanggaran' dan mendesak Taliban untuk bekerja sama dengan timnya.