Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan tak akan ada pihak yang dengan sengaja dihukum meski tak terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Seluruh pengusutan kasus dipastikan berjalan secara profesional dan akuntabel.

Penegasan ini disampaikan oleh Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri menanggapi adanya puluhan pegawai yang mengundurkan diri sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dan pengawas di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Muara Enim.

Mereka mengundurkan diri karena takut ditangkap KPK maupun ditahan Kejari, seperti mantan Bupati Ahmad Yani hingga sejumlah pejabat lain di Muara Enim karena terlibat dalam kasus suap proyek dan pengesahan APBD.

"Kami memastikan bahwa penanganan tindak pidana korupsi oleh KPK dilakukan secara profesional dan akuntabel," kata Ali dalam keterangan tertulisnya yang dikutip pada Jumat, 25 Februari.

"KPK tidak akan abuse of power dengan menindak pihak-pihak yang memang tidak terlibat dalam suatu perkara," imbuhnya.

Ali memastikan pengunduran diri semacam ini dirasa tak akan mempengaruhi apapun. Siapapun yang terlibat dugaan korupsi, akan ditindak.

"KPK tetap akan melakukan upaya penindakan, jika memang pihak-pihak tersebut diduga terlibat sesuai dengan alat bukti ataupun fakta-fakta hukumnya. Apapun status kepegawaiannya saat ini," tegasnya.

Lagipula, pejabat pemerintah daerah seharusnya melakukan perbaikan daripada beramai-ramai melakukan penguncuran diri. Caranya dengan memperbaiki tata kelola pemerintahan secara menyeluruh termasuk manajemen kepegawaian sehingga kejadian serupa tak lagi terjadi.

"Integritas dan komitmen perbaikan harus konsisten diterapkan dalam setiap pelaksanaan tugas ASN sebagai abdi masyarakat. Karena pemberantasan korupsi bukan tanggung jawab orang per orang, tapi tanggung jawab kita bersama," ujar Ali.

Sebagai informasi, KPK saat ini sudah menjerat 25 anggota DPRD Muara Enim terkait dugaan penerimaan suap terkait pengadaan barang dan jasa serta pengesahan APBD tahun 2019.

Terbaru, KPK menahan 15 anggota DPRD Kabupaten Muara Enim periode 2014-2019 dan 2019-2024. Penahanan ini dilakukan setelah mereka ditetapkan jadi tersangka.

Belasan orang yang ditahan ini adalah Agus Firmansyah, Ahmad Fauzi, Mardalena Samudera Kelana, dan Verra Erika yang merupakan anggota DPRD Kabupaten Muara Enim periode 2019-2024.

Selanjutnya, KPK juga menetapkan anggota DPRD Kabupaten Muara Enim periode 2014-2019 sebagai tersangka yaitu Daraini, Eksa Hariawan, Elison, Faisal Anwar, Hendly, Irul, Misran, Tjik Melan, Umam Pajri, Willian Husin.

Dalam kasus ini, para tersangka diduga menerima uang aspirasi atau uang ketuk palu. Pemberian ini dilakukan oleh Robi Okta Fahlevi yang merupakan seorang kontraktor yang kerap mengerjakan proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim.

Ada pun pemberian uang yang diberikan Robi Okta kepada anggota DPRD diduga mencapai Rp5,6 miliar. Penerimaan itu dilakukan secara bertahap oleh para tersangka dan diduga akan digunakan untuk membiayai pelaksanaan pemilihan legislatif pada periode mendatang.

Selain itu, Robi juga memberi uang kepada mantan Bupati Muara Enim Ahmad Yani sebesar Rp1,8 miliar dan mantan Wakil Bupati Muara Enim Rp2,8 miliar.

Pemberian dilakukan agar dia mendapat proyek di mana telah terjadi kesepakatan pemberian fee 10 persen. Nilai kontrak yang didapatkannya dari proyek itu mencapai Rp129 miliar.