Jadi Tersangka Suap Pengadaan dan APBD, 10 Anggota DPRD Muara Enim Ditahan KPK 
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers pengumunan penetapan tersangka anggota DPRD Muara Enim Sumsel/Wardhany Tsa Tsia-VOI

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 10 orang anggota DPRD Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, periode 2019-2024 sebagai tersangka. Mereka diduga menerima suap terkait pengadaan barang dan jasa serta pengesahan APBD tahun 2019.

Penetapan tersangka dilakukan setelah ditemukan bukti yang cukup dan berbagai fakta hukum selama proses persidangan dengan terdakwa Ahmad Yani, dkk.

"KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan pada bulan September 2021 dengan mengumumkan tersangka," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 30 September.

Mereka yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Indra Gani, Ishak Joharsah, Ari Yoca Setiadi, Ahmad Reo Kusuma, Marsito, dan Mardiansyah. Selanjutnya ada juga Muhardi, Fitrianzah, Subahan, dan Piardi.

"Untuk kepentingan penyidikan tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan untuk 20 hari ke depan sejak 30 September sampai dengan 19 Oktober," ungkap Alex.

Sepuluh orang ini, sambungnya, ditahan di tiga rumah tahanan yang berbeda yaitu Rutan KPK Kavling C1, Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih, dan Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur. Mereka nantinya akan menjalankan isolasi mandiri lebih dulu di dalam rutan masing-masing.

Alex memaparkan dugaan suap ini terjadi saat Ahmad Yani yang masih menjabat sebagai Bupati Muara Enim ditemui Robi Okta Fahlevi bersama A Elfin MZ Muhtar pada Agustus 2019 untuk mendapatkan proyek pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim.

Setelah pertemuan itu, Ahmad Yani meminta Robi untuk bertemu Elfin dan meminta komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai proyek untuk pejabat di Pemkab Muara Enim dan para anggota DPRD Muara Enim period 2014-2019.

"Setelah Robi Okta Fahlevi mendapatkan beberapa proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Tahun 2019 dengan total nilai kontrak lebih kurang Rp129 Miliar kemudian dilakukan pembagian komitmen fee dengan jumlah bervariasi yang diserahkan oleh Robi Okta Fahlevi melalui Elfin MZ Muhtar," jelas Alex.

Pemberian uang dimaksud diterima oleh Ahmad Yani sekitar sejumlah Rp1,8 miliar; Juarsah sekitar sejumlah Rp2,8 miliar dan untuk para tersangka diduga dengan total sejumlah Rp5,6 miliar. Adapun penerimaan uang dilakukan secara bertahap dan bertempat di rumah makan yang ada di wilayah tersebut dengan nominal Rp50 juta sampai Rp500 juta.

"Peneriman uang oleh para Tersangka selaku anggota DPRD diduga agar tidak ada gangguan dari pihak DPRD terhadap program-program Pemerintah Kabupaten Muara Enim khususnya terkait dengan proses pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Tahun 2019 dan diduga digunakan para tersangka untuk kepentingan mengikuti pemilihan anggota DPRD Kabupaten Muara Enim saat itu," jelas Alex.

Atas perbuatannya, 10 anggota DPRD itu disangka melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.