JAKARTA - Sebanyak 28 pasangan yang berlaga di Pilkada serentak 2020 akan melawan kotak kosong. Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Aisah Putri Budiarti mengatakan, calon tunggal dalam pilkada ini bukan berarti akan lebih mudah memenangkan pilkada. Karena mereka akan menghadapi sejumlah tantangan dalam kontestasi tersebut.
"Melawan kotak kosong bukan berarti lebih mudah meskipun peluang kemenangan bisa jadi lebih besar dibandingkan melawan kandidat nyata," kata Putri saat berbincang dengan VOI, Rabu, 9 September.
Dia mengatakan, para kandidat yang melawan kotak kosong punya tantangan besar untuk meyakinkan pemilih bahwa mereka adalah calon yang mumpuni dan berkapasitas.
Selain itu, mereka juga harus membuktikan program dan agenda yang ditawarkan sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan.
Putri menilai hal ini harus menjadi satu keharusan. Sebab, jika tidak dilaksanakan masyarakat akan lebih memilih kotak kosong dibandingkan pasangan calon tunggal.
"Karena itulah kandidat tetap harus berstrategi dan gencar berkampanye meski tidak ada lawan yang nyata," ungkapnya.
Di sisi lain, Putri menilai peluang menang besar juga sangat mungkin diraup oleh kandidat calon tunggal di pilkada. Apalagi, biasanya mereka telah mengantongi dukungan politik yang besar dari koalisi partai.
"Jika pendukungnya semua bekerja dan motor partai solid maka kandidat berpeluang menang lawan kotak kosong. Apalagi, dalam fenomena ini kandidat bukan melawan kandidat real sehingga potensi mendapatkan serangan dari lawan politik cenderung lemah, kecuali pasangan itu tidak populer dan tidak disukai masyarakat atau kelompok tertentu," jelasnya.
"Tanpa serangan politik itu, maka peluang kemenangan pun semakin besar," imbuh dia.
Putri menilai ada sejumlah kemungkinan penyebabnya. Pertama, kotak kosong bisa terjadi karena dalam UU Pilkada tak ada larangan bagi partai untuk sama-sama mengusung satu calon tertentu.
Kedua, kotak kosong terjadi karena kandidat lain yang selain usungan partai politik banyak yang punya kapasitas mumpuni. Hanya saja mereka sulit maju karena tidak punya modal finansial yang kuat terutama untuk menyiapkan biaya politik termasuk mahar.
"Ketiga, partai gagal melakukan rekrutmen dan menyiapkan kadernya sendiri untuk maju dalam pilkada. Sehingga pada akhirnya terjebak untuk mengusung satu kandidat secara bersama-sama dengan partai lain karena dianggap calon itu sangat populer, memiliki modal sosial-politik, dan finansial sangat kuat serta keuntungan lainnya," ujarnya.
Terkait calon tunggal, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyebut keberadaan calon tunggal di Pilkada 2020 terdapat di 28 kabupaten/kota di 15 provinsi. Adapun provinsi yang paling banyak terdapat calon tunggal adalah Jawa Tengah di lima kabupaten/kota seperti Kebumen, Wonosobo, Sragen, Boyolali, Grobogan, dan Kota Semarang.
BACA JUGA:
Kemudian Provinsi Sumatera Utara dengan empat kabupaten/kota yaitu Pematangsiantar, Serdang Bedagai, Gunung Sitoli, Humbang Hasundutan. Selanjutnya, Sumatera Selatan dengan tiga kabupaten/kota yaitu Ogan Komering Ulu, Ogan Komering Ulu Selatan.
Lalu di Sulawesi Selatan ada Gowa dan Soppeng. Papua Barat ada di Raja Ampat dan Manokwari Selatan. Kalimantan Timur ada di Kutai Kertanegara dan Balikpapan. Selain itu, kabupaten/kota di Jawa Timur seperti Ngawi dan Kediri.
Lebih lanjut calon kepala daerah tunggal juga ada di Bintan, Kepulauan Riau; Sungai Penuh, Jambi; Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat; Badung, Bali; Pasaman, Sumatera Barat; Mamuju Tengah, Sulawesi Barat; Bengkulu Utara, Bengkulu; Pegunungan Arfak, Papua Barat.
Para calon tunggal itu nantinya bisa dinyatakan menang jika berhasil meraih lebih dari 50 persen suara sah.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyebut ada 687 bapaslon yang mendaftar selama masa pendaftaran pada tanggal 4 hingga 6 September.
"Jumlah bapaslon yang diterima pendaftarannya berdasarkan data yang dihimpun melalui sistem informasi pencalonan hingga hari Minggu pukul 24.00 sebanyak 687 bapaslon," kata Ketua KPU RI Arief Budiman di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Senin, 7 September dini hari.
Rinciannya, ada 22 bapaslon gubernur dan wakil gubernur, 570 bapaslon bupati dan wakil bupati, dan 95 bapaslon wali kota dan wakil wali kota. Bapaslon tersebut mendaftar di 270 daerah yang menyelenggarakan Pilkada 2020.
Lalu, ada ketimpangan jumlah bakal calon kepala daerah jika dibagi dalam kategori gender. Tercatat, ada 1.233 bakal calon laki-laki, sementara bakal calon perempuan hanya sebanyak 141 orang.
Kemudian, jumlah bakal pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik sebanyak 626. Sementara, jumlah bakal pasangan calon yang melalui jalur perseorangan sebanyak 61.
"Untuk bakal pasangan calon yang tidak dapat diterima pendaftarannya, kami mengimbau agar tetap menjaga kondisivitas situasi dan selanjutnya mengikuti sebagaimana ketentuan peraturan perundangan yang berlaku," tutur Arief.
Lebih lanjut, Arief menyebut pihaknya kembali membuka masa pendaftaran Pilkada 2020 selama 3 hari di 28 daerah. Sebab, di 28 daerah tersebut baru memiliki satu bakal pasangan calon.
"Untuk daerah yang terdapat 1 bapaslon, KPU akan melakukan atau membuka pendaftaran kembali. Jadi, bisa saja tidak ada yang mendaftar kembali, bisa juga berubah. Finalnya, kita akan tunggu sampai dengan penetapan paslon," ungkapnya.