JAKARTA - Judi telah lama menjadi masalah sosial yang sulit diatasi, apalagi dengan kemunculan judi online yang kini semakin mudah diakses. Dengan hanya menggunakan ponsel dan koneksi internet, semua kalangan bisa terjebak dalam euforia judi digital yang menawarkan harapan instan akan kekayaan.
Kepala Departemen Psikiatri FKUI-RSCM Jakarta Dr. Kristiana Siste Kurniasanti, mengungkap bahwa judi online menimbulkan kecanduan melalui mekanisme sistem reward di otak yang memproduksi dopamin, meski tanpa zat fisik seperti pada narkoba. Lonjakan dopamin ini menciptakan rasa senang yang membuat orang terus berjudi, namun lama-kelamaan merusak prefrontal cortex, area otak yang mengontrol keputusan dan pengendalian diri.
Kecanduan judi online juga memicu gejala fisik seperti kecemasan dan jantung berdebar saat tidak bermain, mirip dengan withdrawal syndrome pada pecandu zat adiktif. Jika tidak segera ditangani, kecanduan ini dapat menyebabkan depresi berat hingga ide bunuh diri.
"Kalau narkoba itu ada zat yang masuk ke dalam otak, sedangkan pada judi online, tidak ada zat fisik yang masuk. Namun, aktivitas berjudi mengaktifkan sistem reward di otak yang memproduksi zat kimia bernama dopamin," jelasnya, dilansir dari ANTARA, Sabtu, 16 November.
BACA JUGA:
Efek domino dari kecanduan judi sering berujung pada jeratan utang. Pecandu yang kalah terus-menerus meminjam uang dari layanan pinjaman online untuk berjudi lagi, berharap menang dan melunasi utang. Ketika terus gagal, mereka bahkan terjerumus ke tindakan kriminal seperti pencurian.
Salah satu tantangan besar menghentikan judi online adalah "cognitive error," di mana pecandu yakin bisa memprediksi hasil permainan berbasis probabilitas, seperti bakarat, meski kenyataannya sebaliknya. Hal ini memerlukan penanganan melalui terapi.
Iklan judi online yang menyebar di media sosial semakin memperparah masalah ini. Iklan tersebut menargetkan pengguna dengan algoritma, memicu craving untuk kembali berjudi. "Iklan itu merangsang otak bagian depan, memunculkan dorongan untuk bermain lagi," ujar dr. Siste.